Ini Ibu Budi
Ini Bapak Budi
Ini Kakak Budi
Ini Adik Budi
Coba tanyakan pada semua orang Indonesia yang pernah mengenyam masa sekolah di era tahun 70 hingga 80 an. Dari Sabang sampai Merauke pasti mereka sangat mengenal dekat keluarga 'Budi'. Budi dan keluarganya lah yang mengenalkan anak-anak di era itu membaca dan menulis.
Ayo, siapa yang mengalami masa-masa keemasan buku-buku ini?:D (gambar diambil dari internet) |
Ingat Budi, pasti ingat buku paket yang bisa diwariskan turun temurun. Setiap memasuki tahun ajaran baru sekarang ini, semua orang tua pasti sudah ancang-ancang anggaran yang tidak sedikit untuk membeli buku pelajaran. Berbeda dengan masa ketika saya sekolah dulu. Setiap tahun ajaran baru, yang dilakukan adalah menerima warisan buku dari kakak, sudara sepupu, bahkan Om dan Tante.
Untuk mengenang masa jaya buku paket pelajaran, saya coba mengingat dan mengumpulkan fakta unik seputar itu. Ini lah hasil menerawang, melamun, bernostalgia dengan masa lalu.
1. Penghematan yang sangat dirasakan oleh para orang tua, terutama para Ibu. Coba bayangkan, berapa biaya yang dikeluarkan untuk membeli buku pelajaran setiap tahunnya? Padahal umumnya orang tua dulu mempunyai banyak anak. Bisa nangis darah kalau kala itu harus beli buku setiap tahun untuk 6 atau 8 orang anak.
2. Secara tidak langsung menyumbang "Gerakan Cinta Bumi dan Lingkungan." Sebelum digembar-gemborkan 'Save Eart' sekarang ini, sebenarnya dengan buku paket turun temurun itu kita sudah ikut menjaga bumi. Bayangkan, berapa pohon, dan berapa lembar kertas dihemat. Satu buku bisa sampai diwariskan ke banyak generasi di bawahnya, sampai lecek pun masih bisa dimanfaatkan asal tulisan masih terlihat jelas.
3. Mengajarkan dan menumbuhkan rasa saling tolong menolong antar kakak adik, saudara sepupu, juga teman. Karena merasa jika buku itu masih bisa bermanfaat, saat di keluarga sudah tidak ada yang mewarisi pun, buku-buku itu masih disimpan, karena bisa dipinjamkan pada tetangga kiri kanan. Bahkan karena seragam seantero Nusantara, buku bisa diwariskan meski oleh saudara yang di kota berbeda.
4 Mengajarkan untuk menjaga barang milik bersama, dan bertanggung jawab. Beberapa buku paket dipinjamkan oleh sekolah. Masing-masing anak akan berusaha menjaganya dengan baik. Mungkin ada satu dua yang jorok, hingga buku sampai kucel ketika tahun pelajaran berakhir. Tapi biasanya mereka akan malu, saat mengembalikannya nanti.
5. Tidak Mubadzir. Buku paket pelajaran turun temurun itu, meminimalisir kemubadziran, karena bisa terus dipakai berulang kali. Setiap tahun pelajaran berganti, saya seringkali merasa sayang jika membantu bocah beberes buku-buku yang sudah tidak terpakai lagi. Setumpuk buku yang masih bagus, harus rela menjadi barang rongsokan.
sekarang ini, meski pun pelajaran dan kelas yang sama, buku pasti berganti di tahun depannya. entah itu penerbitnya, covernya, atau soal-soal di dalamnya.
Mungkin suatu saat nanti, ketika jumlah pohon di bumi ini semakin berkurang, buku paket pelajaran akan diberlakukan lagi. Atau bahkan kembali ke zaman siMbah saya, menulis di atas batu sabak atau daun lontar. Atau mungkin sebaliknya sudah melesat jauh, hingga tak perlu media nyata, karena semua pelajaran bisa diakses via layar virtual.
Apapun bentuknya, yang penting anak-anak bisa sekolah, tidak berhenti belajar dan berkarya.
Terus apalagi ya fakta unik buku paket? Silakan kalau ada yang mau menambahkan.
Selamat bernostalgia dengan kenangan :)
Fakta unik selanjutnya yaitu.... kita semakin mengakrabi buku paket hehehe
ReplyDeleteKak Didik bisa aja :D
DeleteKalau buku-bukunya Bu Vanda di atas, itu aku pernah baca juga yang diwariskan dari Mama dan tante-tante saya...
ReplyDeleteWaahh... jangan-jangan saya seumuran Mama nya mba Amma :))
DeleteAku mengalami masa-masa memakai buku-buku di gambar itu,warisan dari kakak kelas zaman kapan yang di simpen harus di perpustakaan :D.
ReplyDelete