Wednesday, 10 August 2016

Membangun Peradaban dengan Kisah-Kisah Teladan Para Nabi dan Rasul

Anak-anak kita adalah generasi pewaris, yang akan membangun peradaban di masa yang akan datang. Pada saat kita para orang tua mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dan melihat fenomena di sekitar, saya menjadi sangat miris dan kecil hati. Peradaban seperti apa yang kelak terbangun oleh generasi yang lemah aqidah, miskin nilai-nilai moral dan jauh dari suri tauladan.

Melihat covernya saja anak-anak sudah ngeces pingin dibacakan ceritanya
Sesungguhnya, sudah beratus-ratus abad yang lalu terbukti bahwa umat-umat terdahulu membangun sebuah peradaban berdasarkan kekokohan aqidah. Para Nabi dan Rasul pilihan menjadi mata rantai pembangun peradaban manusia dengan dasar aqidah yang lurus dan teguh. 

Lalu, siapakah yang menjadi pentransfer nilai-nilai peradaban itu? Tentu saja para orang tua sebagai gerbang pertama lahirnya calon penerus peradaban. Dan Ibu adalah  tokoh pertama dan utama, karena Ibu lah yang menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Bukan berarti peran Ayah tidak penting atau dihilangkan. Peran Ayah sangat-sangat dibutuhkan untuk mewarnai karakter serta sebagai pemimpin dalam urusan aqidah dan ibadah. 

si #MuTe

Hmm... sebenarnya saya mau ngomong apa sih? Saya hanya mau bilang, karena seorang Ibu mempunyai waktu yang lebih banyak  dan anak-anak biasanya kalau manja-manjaan lebih suka sama Ibu daripada sama Ayahnya. Maka kesempatan Ibu untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini amatlah luas. Dan salah satu yang pernah saya lakukan adalah dengan bercerita (membacakan buku ) kepada anaka-anak.

Dulu, saya mengenalkan buku dan mendongeng sejak bocah masih meringkuk dalam perut. Jadi saya seperti orang 'gila' yang ngomong sendiri saat menjelang tidur. Lalu saya akan merasa ajaib ketika bocah dalam perut merespon dengan menendang-nendang atau menyikut. Apalagi jika buku cerita saya letakkan di atas perut,  buku akan naik turun ditendang-tendang dari balik dinding perut. 

Ini adalah syurga kecilnya, tumpukan buku 
Saya sudah terbiasa dengan rumah berantakan berserakan buku di mana-mana sejak anak-anak bayi hingga balita. Maklum, dulu belum mengenal ada soft book dari flanel atau buku hard cover dengan kertas tebal ataupun board book. Jadi sudah biasa buku diremas, dikruwes di sana-sini. Buku kisah tentang Nabi dan Rasul juga belum seberagam sekarang ini. Jadi, waktu itu saya biasanya beli buku cerita yang ditawarkan di bis kota yang Rp. 10.000 dapat 3 biji kalau nggak salah. Yang penting nanti saya pas bercerita dengan suara dan gaya penuh ekspresi pasti mereka akan terpukau.

Setelah mereka sudah usia SD, saya menemukan sebuah buku, tepatnya seri buku yang kemudian menjadi bacaan favorit kami, adalah seri "Muhammad Teladanku" ibu-ibu di sekolah biasanya menyebutnya #MuTe. Saya membelinya sekitar 6 tahun lalu. Awalnya saya agak ragu membelinya, karena harganya yang relatif mahal buat ukuran kantong saya. Saya pun harus menguatkan hati menerima cibiran jika ada yang bertanya harganya. Bayangkan, setumpuk kertas itu dibeli dengan harga berbunyi Jut?  

Namun, dengan pertimbangan manfaatnya yang bisa dibaca oleh siapa saja, dan kisah-kisahnya yang abadi  tidak akan pernah lekang dimakan zaman dibelilah si #MuTe ini dengan 'nyicil'.   

Dan, meskipun mereka sudah bisa membaca sendiri, mereka tetap lebih suka mendengarkan kisah-kisah tentang Rasulullah itu dibacakan. Kisah-kisah detil tentang perjalanan hidup Rasulullah dari lahir hingga wafat begitu sarat nilai pembentukan akhlaq dan karakter.  Alhamdulilah, kebiasaan bercerita terutama sebelum tidur itu ternyata membawa pengaruh yang sangat besar hingga bocah tumbuh besar dan meremaja. 

Karena terbiasa dikenalkan dengan buku dan baca sejak dini, bocah-bocah saya menjadi tergila-gila pada buku dan baca. Buku cerita dan novel anak lewat di kelas 3, menginjak kelas 4 mereka sudah beralih membaca buku-buku motivasi dan novel-novel umum. Tentu saja buku-buku itu harus melewati badan sensor Emaknya hehe. 

Semangat mereka untuk lebih baik, mencontoh tokoh-tokoh di buku yang mereka baca sangat terasa daripada saya yang menasehati hingga berbuih-buih. Si Kakak, dengan legowo dan sepenuh hati meminta sendiri untuk masuk pesantren selepas SD. Bersemangat tinggi untuk segera menjadi Hafidzah.*Alhamdulillah...Si Adek, menjadi kamus dan guru berjalan buat saya, yang tanpa tedeng aling-aling langsung nyeplos dengan kritikannya jika Emaknya ini salah langkah hehe. Alhamdulillah...
  
Hingga sebesar mereka sekarang ini, mereka masih saja rindu didongengin Ibuknya sebelum menjelang tidur. Kadang saya sempat protes "Kenapa harus Ibu yang cerita? Kan bisa baca bukunya sendiri?"  dan jawaban mereka membuat hati saya membiru sendu. "Aku kangen diceritain  Bu... lebih enak dengar cerita." MasyaAllah.... meleleh. Semoga bisa menjadi jejak sederhana sampai kelak mereka dewasa, menjadi orang tua, masih kangen dongengan Ibu ya Nduk.  

Dan, sekarang saya, Aisyah dan para krucil keponakan sedang tidak sabar menunggu bulan September. Kenapa? Karena kemarin saya ikut promo indent buku 24 Nabi dan Rasul Teladan Utama, yang akan menggenapi si #Mute.  Semakin nggak sabar, karena saya ikut berkontribusi dalam penulisan naskah #24NR ini. Jadi semakin tidak sabar menanti dan melihat penampakan bukunya.  

Yang kemarin ketinggalan info, jangan sampai ketinggalan lagi :)
Jadi, tunggu apalagi? Ayah Bunda, berkisahlah! Seperti Rasulullah Muhammad yang seringkali berkisah kepada para sahabat-sahabatnya dengan kisah-kisah yang bisa mencairkan kebekuan hati. Kisah-kisah yang memesona dan banyak mengandung pelajaran.

Sabda Rasulullah : "Telinga kita seringkali merasa muak. Maka, perdengarkanlah syair-syair dan cerita kalian" 



Semoga bermanfaat

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...