Seorang
wakil santri tampil di panggung untuk menyampaikan kesan-kesannya selama 3
tahun belajar. Dengan semangat ia menyampaikan kesannya. Saking semangatnya, ia
menutup dengan kalimat, “Kami tidak bangga menjadi dokter, tidak banga menjadi
insinyur, tidak bangga menjadi pengusaha, tapi kami sangat bangga menjadi
penghafal Al-Qur’an.”
Sesi
berikutnya, tiba waktunya Bapak Prof. Ir. Mukhtasor, M.Eng, Ph.D sebagai pembicara tamu
tampil. Beliau langsung mengoreksi statemen ananda di atas.
Beliau
membuka pembicaraan dengan kalimat, “Hikmah
itu adalah milik kaum muslimin yang hilang, dimanapun kamu menemukannya,
ambillah.”
Hikmah
tidak akan diperoleh, jika kita tidak memiliki ilmu. Hikmah akan digeletakkan
bahkan dibuang begitu saja. Untuk menjangkau dan menuntun kita pada sesuatu
dengan tanda yang jelas, tidak samar-samar dan berandai-andai kita memerlukan
ilmu. Ilmu pengetahuan akan menuntun kita mengenal suatu obyek dengan jelas.
Karena
itulah, mengapa sekarang ini umat islam banyak kehilangan hikmah, banyak
ketingalan. Karena umat islam meningalkan ilmu pengetahuan. Sesunguhnya ilmu
pengetahuan berasal dari Allah. Lihatlah ilmuwan-ilmuwan islam masa lalu. Imam
Syafii, seorang ahli sastra, kedokteran dan fiqh. Imam Al-Ghazali, seorang
ilmuwan ahli filsafat dan psikologi. Ibnu Sina, bapak kedokteran dunia, dan masih
banyak sekali ilmuwan-ilmuwan muslim masa lalu.
Para
ilmuwan itu menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Mereka membaca, menghafal, mempelajari Al-Qur’an tapi tidak
berhenti sampai di situ. Belajar Al-Qur’an
adalah pijakan awal. Selanjutnya diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Ketika
kaum muslimin menjadi ilmuwan, maka ia akan menjadi rujukan ilmuwan dunia.
Karena sumber rujukan ilmunya adalah Al-Qur’an yang maha tingi. Sumber dari
segala sumber ilmu pengetahuan. Ilmuwan muslim harus menjadi trendsetter
ilmuwan di dunia.
Kemudian
Ir. Mukhtasor menambahkan lagi, Ilmuwan islam tidak berhasil karena mereka
mengotak-kotakkan dan memisah-misahkan ilmu pengetahuan. Benar, adik-adik
sangat bangga menjadi penghafal Al-Qur’an, tapi jadilah penghafal Al-Quran yang
seorang dokter, penghafal Al-Qur’an yang pengusaha, Penghafal Al-Qur’an yang
ahli fisika dan sebagainya. Jadilah penghafal Al-Qur’an yang juga ilmuwan. Agar
Islam kembali berjaya di tangan ilmuwan-ilmuwan penghafal dan penjaga Al-Qur’an.
Kemudian
Ir. Mukhtasor mengahiri dengan kembali membakar semangat, “Untuk menjadi
ilmuwan masa depan, umat islam tidak boleh terbelenggu pada kegagalan, pada
keterpurukan. Harus gigih berjuang menjadi manusia yang terbaik di antara umat
yang lain.”
Semoga
setelah mendengar paparan dari beliau, para santri yang akan menempuh jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Akan tersebar mencari ilmu yang terhampar di
bumi, insyaAllah sekarang menjadi mengerti, untuk apa mereka mempelajari dan
menghafal Al-Qur’an. Semoga 5 atau 10 tahun kedepan akan lahir banyak
ilmuwan-ilmuwan muslim yang tangguh dan gigih. Menjadi sebaik-baik manusia di
antara umat yang lain. Aamiin….
Add caption |
Para santri demo bacaan dan hafalan Al-Qur'an |
Hujan air mata saat saling berpelukan sesaat sebelum berpisah setelah 3 tahun suka duka bersama di asrama |
Jadi teringat masa-masa perpisahan sekolah dulu...
ReplyDeleteMbak, aku follow blognya, ya. Yuk saling follow :)
Makasih sudah mampir mbak, sudah aku follbek ya :)
DeleteBahagianya lulus sekolah...berkesan banget ceritanya tentang hikmah, mba..aku baru tahu blogmu mba, kudet pisan eyke hihihi...
ReplyDelete