Thursday 1 September 2016

Seberapa Penting Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah?

Bismillahirrahmaniirahim...

Setelah kemarin bernostalgia dengan lagu anak-anak, majalah, buku dan komik, lalu buku pelajaran paket turun temurun di era 70 80 an, sekarang mau ngomongin 'Pendidikan Budi Pekerti'.  

Waktu saya kecil, ketika Mama atau Bapak memangil nama saya, maka saya akan cepat-cepat menjawab, "Dalem Mah." "Enggeh Pak." lalu cepat berlari menemui beliau.

Anak- anak sekarang, ketika dipanggil orang tua kebanyakan menjawab, " Iya." "Sebentar." "Nanti" itu masih mending. Kadang ada yang menjawab dengan nada kasar, bahasa ngoko, atau membentak-bentak. Rasanya sakit telinga ini mendengarnya kalau ada anak -anak yang berperilaku seperti itu.  



Bahkan banyak diberitakan, tindakan-tindakan yang menjurus kriminal dilakukan oleh anak-anak. Banyak sekali bersliweran berita-berita yang bikin hati miris dan ngeri membayangkan bagaimana nasib bangsa ini kedepan, jika generasinya jauh dari nilai moral. Kejahatan-kejahatan yang dulu tidak pernah terbayangkan dilakukan oleh anak-anak, kini pelakunya justru anak-anak. 


Zaman memang telah banyak berubah. Kemajuan teknologi dan perubahan di hampir semua sisi kehidupan telah banyak melibas hal-hal yang sangat mendasar. Salah satu hal yang paling mendasar itu adalah, akhlak, moral, dan budi pekerti.   

Kemana seharusnya menyerahkan tanggung jawab pendidikan budi pekerti? Tentu saja yang paling bertanggung jawab adalah kedua orang tua. Namun orang tua tidak bisa berdiri sendiri tanpa lingkungan yang mendukungnya. Apalagi jika anak-anak sudah besar, dan memasuki dunia sekolah. Karena sebagian waktu anak, dihabiskan di sekolah 

Ketika saya sekolah dulu, selain pelajaran agama, ada mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) dan mata pelajaran Akhlak (etika) . Mungkin ada korelasinya antara perilaku anak-anak sekarang dengan dihilangkannya pelajaran PMP dan Akhlak di sekolah. Kecuali  di sekolah-sekolah tertentu yang biasanya berlabel swasta berbasis agama yang masih membumikan akhlak dan budi pekerti di setiap kegiatan belajar  mengajarnya. 

Melihat fenomena kemunduran moral ini pula, sebagian orang tua memilih untuk mengamanahkan anak-anaknya di sekolah yang menanamkan pembiasaan budi pekerti. Terutama untuk pendidikan dasar. Tapi sekolah -sekolah itu umumnya hanya terjangkau oleh kalangan tertentu saja. Sedangkan sebagian besar, anak-anak Indonesia belajar di sekolah negeri. 

Dan, terusterang saya sangat merasakan sangat jauh perbedaannya. Memang, tidak menjamin pendidikan budi pekerti di sekolah pasti menghasilkan anak-anak yang mulia, namun minimal karakter mulia itu sudah dibiasakan sejak dini. Kembali lagi guru dan sekolah hanya sebagai mitra orang tua, tanggung jawab pendidikan anak-anak yang terutama tetap ada di rumah. Idealnya terwujud segitiga emas antara orang tua (rumah), sekolah, dan lingkungan sekitar.

Semoga para pemangku kebijakan, bisa melihat dengan kacamata lebih jernih akan pentingnya  (pembiasaan) budi pekerti dimasukkan dalam kurikulum yang bukan hanya sekadar teori (praktek/terapan) di sekolah. Juga mengadakan pelatihan (upgrading) akhlak dan budi pekerti kepada tenaga pengajarnya (guru). Karena guru kencing berdiri, pasti murid akan kencing sambil berlari. Karena sebaik-baik pelajaran adalah, memberi contoh, suri tauladan yang baik.

Jadi kalau ada yang bertanya kepada saya, "Seberapa pentingkah pendidikan budi pekerti di sekolah?"  maka dengan tegas saya akan menjawab, SANGAT PENTING! Karena bagi saya, tujuan akhir sekolah (pendidikan) bukan sekadar nilai-nilai ujian di atas kertas. Tapi sebuah proses membangun karakter, sehingga nantinya anak-anak tidak hanya berilmu tapi juga berakhlak terpuji.

Kalau kalian, akan menjawab apa? 


"Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus oleh Allah untuk menyempurnakan Akhlak dan budi pekerti manusia."


4 comments:

  1. Untuk kurikulum KTSP 2006 dan kurtilas kini sudah mulai dicanangkan PBP (Pembiasaan Budi Pekerti) namun masuk dalam nonkurikuler (diletakkan pada pembiasaan2 sehari2) shg keteladan guru dan ortu sangat mutlak diperlukan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih info dan sharingnya mb Reni, semoga dengan diterapkannya PBP ini bisa dirasakan manfaat dan jejak nyatanya :)

      Delete
  2. Sampai sekarang aku kalau dipanggil ibu atau bapak masih "Dalem" nyahutinnya. Kalau anak-anak sekarang mirisnya kalau dipanggil orang tua suka jawab "Apa".

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...