Sebulan yang lalu, terakhir aku
bicara dengannya. tak kusangka dalam lembar hidupku akan terselip
cerita kelabu, bahkan kelam.
Ini bukan Romeo dan Juliet yang
sampai mati berjuang bertahan dengan cinta mereka. bukan pula Paris
dan Helen yang menyulut Perang Troya. bukan... Ini kisah seorang
manusia biasa yang terlempar pada dunia yang tidak biasa.
"Kenapa...?"
suaramu bergetar
"Aku
tidak bisa! Karena ini salah" jawabku
dengan pandangan menerawang.
"Apanya
yang salah? Aku sudah melupakan tentang noda lipstik di sapu tanganmu
itu"
Nada
suaramu meninggi.
Bukan noda lipstik yang nyasar di
sapu tanganku penyebab sebenarnya. Noda lipstik, yang berasal dari
bibir Mira adikku yang seenaknya saja memakai barang milik orang. Tapi ini lebih dari sekedar noda
lipstik, tapi gumpalan noktah yang menodai dan meracuni hati dan
pikiranku selama ini. Noda lipstik yang membuatmu marah tersulut api
cemburu justru meninggalkan keyakinan akan sebuah kebenaran di
hatiku.
"Semuanya salah,"
gumamku pelan, seolah suara itu berasal dari tempat yang sangat jauh.
"Kau
bilang semuanya? Setelah selama ini...." suaramu menggantung,
ada berang dan nada putus asa di sana.
"Ya, semuanya!"
tegasku
"Jadi,
setelah semua yang kulakukan untukmu. Setelah semua kukorbankan
untukmu, kau masih menganggap ini salah?” keluhmu.
“Ya, ini salah. Kita tidak
mungkin melanjutkannya, tidak bisa ....” Aku menjawab keluhmu.
“Bukankah
kau pernah bilang yang mencintaimu dengan tulus yang akan kau
perjuangkan?” katamu, sambil mencoba mengingatkan prisnsipku
tentang cinta.
“Dan bukankah kau pun bilang
kadang mencintai berarti harus rela melepasnya pergi?” Aku menyahut
dengan tak kalah geram .
“Tapi
aku tak ingin melepasmu pergi, kita bisa menjalani ini,” serumu
“Kita
bisa, aku bisa!” suaramu membahana memenuhi ruang tamu yang sempit.
“Tapi
aku tidak!” Suaraku tak kalah menggelegar, seolah meruntuhkan semua
keegoisan dan kepalsuan yang aku bangun selama ini.
Kau terdiam, tanganmu bergetar
penuh amarah. Matamu yang selama ini teduh, menyorot tajam penuh
dendam. Tak kuasa aku menatapnya. Tak percaya, jika itu dari orang
yang selama ini begitu baik kepadaku. Orang yang mencurahkan
segalanya, yang bahkan rela mati untukku.
Ingin kugenggam tangamu sebagai
permintaan maaf, tapi kau menepisnya. Tak ada satu kata pun terucap.
Tak satu pun gerak terjadi. Ketukan menit yang berlalu bagai suara
halilintar di tengah malam.
“Aku akan menikah dengan gadis
pilihan ibuku,” kataku memecah sunyi.
Mendengar itu, kulihat wajahmu
pucat, sepucat kapas yang melayang membawa jiwamu pergi . Senyap
menghantui kita berdua. Lidahku kelu, seluruh persendianku seakan
lepas dari tempatnya. Aku tak bermaksud menyakitimu ataupun
menghianatimu. Tapi tidak mungkin aku mewujudkan harapan ibuku
bersamamu. Tatapan matamu membuat aku semakin perih tak terkira.
Itulah saat terakhir pertemuan kita.
***
Hari ini, disampingku duduk
dengan anggun seorang gadis cantik dengan bibir tersapu lipstik merah
lembut. Gadis pilihan ibuku. Tiba-tiba mataku hangat, dan kehangatan
itu mengalir sampai hatiku . Terimakasih Tuhan, Engkau telah
menyelamatkanku.
Diantara para tamu undangan aku
melihat bayanganmu. Wisnu, lelaki gagah yang telah melimpahiku dengan
cinta yang salah, menatap dingin penuh luka dan dendam.
*464 kata
“Flash Fiction ini disertakan
dalam Giveaway BeraniCerita.com yang
diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma”
Haah.... ternyata oh.... ternyata...... hehehe...
ReplyDeletegood luck ya...... ceritanya bagus :)
Makasih ya, sudah mampir dan meninggalkan jejaknya :)
Deletehohohoho... nice ending :)
ReplyDeletehihihi... makasih mbak sudah mampir kemari :)
DeleteSeneng kejutan akhirnya.semoga menang
ReplyDeletewah, endingnya gak ketebak. good luck mbak :)
ReplyDelete