Wednesday 10 October 2012

Mudik Gratis (Pengalaman Pertama)



Sebenarnya sejak pulang mudik kemarin pingin menuliskan ini. Tapi terkendala banyak hal, terutama rasa malas, jadilah baru saya tulis sekarang. 

Suasana di dalam kereta mudik gratis :))

            Lebaran selalu dinanti setiap kaum muslim. Apalagi di Indonesia yang terkenal dengan tradisi mudiknya. Dan saya merasa tradisi mudik ini adalah tradisi paling indonesia, saat Hari Raya menjelang. Dimana hampir semua orang berbondong-bondong menuju suatu titik. Yaitu tempat tumpah darah masing-masing, maupun tempat asal mereka masing-masing. Dimana di sana tinggal kedua orang tua, atau para kerabat yang dituakan. Rasanya kurang lengkap lebaran tanpa mudik. Merayakan lebaran di tanah rantau, jauh dari saudara dan kerabat serasa hampa. Meskipun makna lebaran tak berkurang walau tanpa disertai ritual mudik, tetap saja ada ruang kecil yang senyap di hati. 

Suasana Silaturahmi Kel. besar H.Muhdhori Hj.Murochmi
            Nah, saya pun demikian. Meski sekarang agenda mudik saya tidak sepanjang dulu. Sejak Bapak dan Mama meninggal, tidak setiap tahun saya mudik ke Tegal. Karena sebagian keluarga besar dari Mama tinggal di Jawa Timur, Surabaya dan sekitarnya. Jadi saya hanya mudik ke Madiun, rumah Bapak dan Ibu mertua. 
 
lebaran bertema batik
            Tahun ini, karena Hari Raya jatuh berbarengan dengan tahun pejaran baru dan kebetulan pas Kakak juga masuk SMP, jadilah kami berpikir ulang untuk rencana mudik. Apa hubungannya? Jelas dong ada hubungannya. Masalah budget tentu saja. Kebetulan juga, acar halal bi halal keluarga besar Mbah, orang tua Mama, juga diadakan di Surabaya, jadilah semua adik-adik, sepupu, keponakan, bulik,om, budhe, pakdhe semua berkumpul di Surabaya. 

            Dan si Ayah, paling malas kalau harus berdesak-desak dan bermace-macetan di jalan. Apalagi sejak awal puasa badan juga agak kurang fit. Sekitar sebulan yang lalu juga sudah habis liburan, Ayah mengusulkan untuk pulang tidak usah pas lebaran, nunggu seminggu sesudahnya saja. Tapi saya kok merasa nggak rela kalau lebaran hanya berdiam di Surabaya, dan nggak tega mengecewakan Bapak dan Ibu yang tentunya sudah menunggu-nunggu kami. 

            Sejak awal puasa, tiket kereta api sudah ludes. Padahal harganya menjadi selangit saat lebaran, tarif pun menggunakan tarif batas atas. Meskipun kami turun di Madiun, kami tetap harus membayar tiket sampai Jogja . Wahhh ... betul-betul  bikin kantong yang sedang kembang kempis tambah menangis. Mau naik bis rasanya nggak membayangkan kerepotannya. Berebutan dan berdesakan di terminal. Rencananya mau barengan sama adik saja yang mudik ke rumah mertua di Nganjuk, lumayan kan si Ayah nggak perlu nyupir sendiri. Eehh ... ternyata dia nggak mudik. Repot dan malas karena baru punya bayi. Mobil pun sudah laku,  dari pada ngendon, sudah di sekolahkan biar pinter hehe. 

            Banyak teman-teman kantor sudah siap dengan tiketnya masing-masing. Bahkan kebanyakan, karena pulang mudik di sekitar Jawa Timur, mereka sudah sejak lama mengurus mudik gratis. Mendengar cerita mereka, yang heboh  ada yang dapat bingkisan, jaket, dan lain sebagainya tergantung instansi penyelenggaranya, jadi pingin merasakan mudik gratis juga. Tapi malas juga kalau naik bis, karena waktunya pasti sebelum liburan resmi dan kami pun harus melewati lebaran kumpul dengan keluarga besar di Surabaya terleih dahulu. Anak-anak pun inginnya naik kereta. Ya... kayaknya mudik gratis dengan kereta api hanya impian deh.

Ditengah kebingungan dan ketidakpastian, dua hari sebelum libur, dan H-3 sebelum lebaran, dapat kabar dari teman yang iseng browsing. “Mbak, Dishub dan PT.KAI , ngadain mudik gratis pakai kereta api loh! Waktunya juga panjang bisa memilih hari, karena setiap hari ada sampai tanggal 27 Agustus. Dan kayaknya kurang sosialisasi deh, wong penumpangnya kemarin aja cuma 5 orang untuk kereta dengan kapasitas 300 orang,” kata teman saya penuh semangat.

Tadinya saya ragu-ragu, kuatir antri, desak-desakan dan sebagainya. Tahu sendiri kan, namanya sesuatu yang gratis di negeri ini pasti bakalan jadi rebutan. Tapi dari pada tidak mudik, akhirnya saya meminta tolong si Ayah untuk mencoba. Si Ayah pun cek dan ricek informasi itu dengan browsing di internet.
           
Ternyata, tidak seperti yang saya bayangkan. Di stasiun tidak sampai antri berjubel. Syaratnya pun sangat mudah, hanya fotocopy KTP sebanyak tiket yang dipesan. Karena kami berempat, jadi si Ayah fotocopy KTP  4 lembar..

Saat saya dikabari sudah dapat tiket mudik gratis, dan itu dengan kereta api, rasanya pingin bilang “WOW” .  Sebagai ibu rumah tangga jelas saya sangat diuntungkan, kepala saya langsung berputar-putar menghitung berapa biaya yang bisa saya hemat. Alhamdulillah... sesungguhnya setelah  kesusahan  selalu ada  kemudahan.

Malam takbir dan lebaran kami lewati di Surabaya. Kumpul di rumah bulik, adek Mama yang nomor tujuh. (Mama delapan bersaudara, dan hanya Mama yang tinggal di Tegal menemani Mbah) Meskipun tetap merindukan suasana lebaran seperti dulu di Tegal, tapi paling tidak kami bisa berkumpul keluarga, dan yang membuat soul lebaran tidak hilang, malam takbiran kami sudah sibuk di dapur membuat ketupat, opor, dan sambel goreng hati. Hidangan khas lebaran.

Acara kumpul keluarga pun berjalan meriah. Hampir semua bisa hadir, hanya beberapa yang absen karena menjalankan tugas negara dan tidak bisa mengambil cuti lebaran. Dari dua orang sekarang telah berkembang menjadi hampir 150 orang mulai dari anak, menantu, cucu, hingga buyut. Kalau sudah kumpul begini, yang ada hanya saling cerita, makan, dan saling terbengong-bengong. Melihat keponakan-keponakan yang dulu pernah digendong-gendong sekarang sudah pada beranjak remaja. Bahkan beberapa keponakan yang sudah menikah membuat kami pada protes, karena membuat kami mendadak dipanggil Eyang :D
bermunculan anggota keluarga baru :)


Kembali ke cerita mudik gratis. Besoknya, hari kedua lebaran, kami menuju stasiun Gubeng diantar oleh seorang keponakan. Di jalan, saya masih ragu. Membayangkan kondisi kereta yang disediakan untuk angkutan mudik gratis itu. Jangan-jangan kereta kumuh yang bau dengan tempat duduk di pinggirnya yang berhadap-hadapan, berdesakan dipenuhi orang berdiri bergelantungan. Tapi saya tidak berani mengeluhkan kekhawatiran pada si Ayah. Khawatir nanti malah kena semprot hehe “Wong gratis kok minta enak. Kalau pingin enak ya naik Sancaka aja!”

Sebelumnya, datang kereta Sancaka lebaran. Ternyata jubelan penumpang tadi adalah para calon penumpang Sancaka. Saya menunggu dengan penasaran kereta mudik gratis itu. Saat diumumkan telah masuk kereta (saya lupa namanya) di jalur dua, yang ternyata kereta mudik gratis itu. Kami berempat segera beranjak dari tempat duduk di ruang tunggu. Terlihat sebuah kereta melintas. Body kereta masih terlihat mengkilap. Kami segera naik. Penumpangnya pun ternyata tidak berjejalan, seperti kereta Sancaka sebelumnya.

Saat masuk ke dalamnya, kami pun tidak berebutan tempat duduk. Meski tiket tidak ada nomor tempat duduknya, kami semua kebagian tempat duduk. Dan apa yang saya khawatirkan sebelumnya ternyata tidak terjadi. Kursi kereta menghadap ke depan semua, ada pula yang berhadapan. Jok empuknya masih terbungkus plastik transparan. Kondisinya benar-benar bersih, dan jauh dari kesan kumuh dan bau tak sedap. Dilengkapi pula dengan toilet yang bersih dengan air yang mengalir. Pokoknya benar-benar perjalanan mudik yang nyaman. Oh ya, alat pengatur suhunya juga masih sangat bagus, hingga hampir sebagian penumpang kedinginan.

Meskipun tetap saja, kereta yang kami tumpangi harus mengalah pada kereta-kereta cepat yang mendahului, dan harus berhenti di setiap stasiun yang dilewati.   Tapi karena suasana yang nyaman, jadi tidak terasa. Yang ada suasana gembira seperti piknik keluarga. Anak-anak pun tertawa bahagia bebas dari rasa pusing dan mual. Dan yang terpenting bebas macet :)
Alhamdulillah … setelah hampir enam jam kami tiba di stasiun Madiun (kalau perjalanan normal naik kendaraan pribadi tanpa macet paling lama 3,5 jam)

Dan perjalanan mudik gratis ini menjadi cerita menarik saat kami silaturahmi, berkunjung ke rumah saudara. Dan serunya, banyak saudara suami  yang minta tolong di daftarkan untuk ikut pulang mudik gratis :D Ucapan syukur juga tak pernah lepas dari bibir dan hati saya, mendengar cerita banyak kerabat yang terjebak kemacetan hingga berjam-jam di perjalanan. Bahkan ada kerabat , perjalanan yang biasa ditempuh 4 sampai 5 jam menjadi 12 jam .

Pulangnya pun kami kembali ikut mudik gratis kereta api. Benar-benar lebaran yang murah, meriah dan tentunya penuh berkah tahun ini. Semoga tahun depan kereta mudik gratis masih diperlakukan, dan tetap terjaga kenyamanannya. Kalau tak ada rencana untuk keliling ke luar kota tentunya saya lebih  memilih  ikut mudik gratis (kereta api) murah meriah dan nggak capek jadi kernet nemani pak supir ^_^


 *Tulisan ini diikutsertakan dalam kontes kenangan Bunda Sumiyati

2 comments:

  1. Wah ... kalo rezeki ga kemana mbak, sip mudik gratis membawa berkah, amin, terima kasih sudah tercatat sebagai peserta kontes kenangan :)

    ReplyDelete
  2. sik bgt bs mudik secara gratis mbak :)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...