Miris,
menyaksikan tawuran pelajar termasuk mahasiswa kembali marak lagi
akhir-akhir ini. Saya sampai tak kuasa menahan air mata saat melihat
orang tua korban (meninggal) akibat tawuran menangisi anaknya yang
pulang dalam keadaan tak bernyawa. Orang tua mana yang tak sedih dan
pedih ditinggal anaknya, apalagi dengan kondisi 'mati konyol' menjadi
korban tawuran.
Tawuran
pelajar sangat mencoreng wajah pendidikan di negeri ini. Para pelajar
yang seharusnya menjadi generasi penerus, membuat perubahan ke arah
yang lebih baik justru berbuat kondisi negeri yang sedang gelisah semakin resah.
Kalau
mencari siapa yang paling bersalah, tentunya yang ada hanya saling
tuding menyalahkan. Dan tak akan menyelesaikan masalah. Yang perlu
dicari adalah cara mencegahnya. Saya sebatas menyampaikan pendapat
pribadi tentang mencegah tawuran sebatas kacamata saya sebagi
seorang ibu.
Tak
dipungkiri bahwa, jaman telah berubah. Anak-anak sekarang hidup di
zaman yang berbeda dengan zaman orang tuanya dulu. Mereka hidup di
zamannya. Zaman yang semakin mengglobal, zaman yang lebih
mengedepankan kwantitas daripada kwalitas. Anak-anak hanya dituntut
untuk mengejar kecerdasan kognitifnya tanpa mempedulikan potensi kecerdasan lainnya.
Dalam hal ini kecerdasan emosi dan spiritualnya. Sehingga anak-anak
tumbuh menjadi manusia-manusia yang hanya cerdas akademis tapi
empati, dan hati nuraninya tidak tumbuh sebagaimana mestinya. Bahkan
cenderung mati.
Anak-anak sekarang lebih akrab dengan mesin dan teknologi dari pada
berinteraksi dengan sesama manusia. Anak lebih akrab dengan gadget,
game online, televisi dari pada berinteraksi fisik dengan teman
sebaya atau orang tuanya. Permainan satu arah itu cenderung membuat
anak menjadi egois, ingin menang sendiri, tak peduli dengan perasaan
orang lain, karena mereka berinteraksi dengan benda mati. Sedangkan
Permainan tradisional sangat penting untuk melatih anak-anak
mengetahui aturan main, rasa guyub, dan sportifitas.
Maka dari itu, menanamkan anti tawuran perlu dilakukan sejak dini.
Sejak anak-anak masih di bangku sekolah dasar bahkan bisa lebih
rendah lagi. Karena mental tawuran bukan muncul tiba-tiba, tapi
karena sebuah proses yang berlangsung terus menerus dari kebiasaan,
tontonan, bacaan, atau lingkungan.
Beberapa cara Mencegah tawuran sejak dini:
Menanamkan
nilai kasih sayang, dari
lingkungan terdekatnya. Orang tua, dan keluarga. Jika anak sudah
terbiasa dengan pola asuh penuh kasih sayang, maka hatinya akan
lembut. Menanamkan nilai kasih sayang ini termasuk di dalamnya
nilai-nilai spiritual (agama), akhlak, dan budi pekerti. Jadi sejak
dini anak sudah terbiasa untuk menimbang apapun dengan hati,
didasarkan pada nilai-nilai agama.
Membangun
sinergi antara orang tua, anak, dan guru (sekolah).
Karena pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah. Pendidikan
adalah hubungan timbal balik antara orang tua, anak didik, dan guru.
Menempatkan anak sebagai subyek pendidikan, bukan obyek pendidikan,
sehingga anak-anak merasa dihargai dan dimanusiakan.
Membekali
dengan ilmu kehidupan dan pendidikan karakter.
Umumnya, anak-anak di sekolah hanya diajarkan untuk pintar menulis,
membaca dan berhitung. Ilmu-ilmu yang membuat otaknya penuh dan
stress. Padahal di kehidupan nantinya, anak-anak perlu ketrampilan
hidup. Seperti, berani menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan hati
nuraninya, mampu mengendalikian emosi, bisa mencari solusi atas
permasalahan dirinya, sehingga tidak mudah frustasi dan lain
sebagainya.. Maka sebaiknya, orang tua atau sekolah mengajarkan
ilmu-ilmu kehidupan ini sejak dini. Ilmu kehidupan bisa di dapat
dari kehidupan sehari-hari, salah satunya dengan permainan
tradisional, permainan tim, dan berinteraksi dengan alam sekitar.
Keteladanan.
Anak-anak bukanlah miniatur orang dewasa. Semua ilmu, teori, dan
pendidikan sebagus apapun tidak akan berhasil sempurna tanpa
keteladanan. Orang tua, guru, pemimpin selayaknya memberikan teladan
yang baik. Dan bagian yang terpenting dan utama adalah keteladanan
dari orang tua. Saya sangat setuju jika ibu adalah sekolah pertama
buat anak-anaknya. Ibu lah yang pertama kali mencontohkan dan
mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang patut ditiru mana yang tidak, mana yang harus ditolak dan mana yang harus diterima
Perlunya
pendampingan. Semua orang tua
harus sadar, bahwa di zaman modern dan serba global, anak-anak tidak
bisa tidak didampingi. Zaman dulu mungkin anak dilepas begitu saja
tidak masalah, karena lingkungan masih bersih, belum ada sinetron,
game online, internet, PS, dan sebagainya. Tapi berbeda dengan
anak-anak sekarang. Mereka lebih kritis dan pintar, tapi jika mereka
menyerap semua itu tanpa didampingi mereka akan meniru dan
mempraktekkannya tanpa di saring. Karena anak-anak belum bisa
membedakan imajinasi dan realitas. Suatu hal-yang dilakukan
terus-menerus saat dia besar akan memjadi sebuah kebiasaan.
Sebaiknya jauhkan anak-anak dari tontonan, atau game-game yang
melibatkan kekuatan fisik, kecuali dengan pendampingan, sehingga
mereka tahu mana yang boleh ditiru, mana yang tidak.
Dan semua itu adalah proses panjang yang harus dilakukan terus
menerus hingga mereka besar, memasuki usia remaja hingga beranjak
dewasa. Semoga suatu hari nanti tak ada lagi berita tawuran antar
anak sekolah yang menimbulkan korban jiwa. Saya punya puisi yang cukup menyentuh tentang anak yang saya dapat saat mengikuti sebuah kelas parenting, dapat dibaca di
sini. Semoga bermanfaat :)
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu:Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran