Showing posts with label Curhat Emak. Show all posts
Showing posts with label Curhat Emak. Show all posts
Monday 30 July 2012

Belajar (Membaca) itu Menyenangkan


Bismillahirrahmanirrahiim .... ikutan ngontes :)

 

Terus terang saya paling bingung kalau diminta menceritakan bagaimana pola mengajar  membaca dan belajar anak-anak .  Karena saya tidak pernah menerapkan pola tertentu,   yang penting anak-anak gembira dan bahagia.

 

Gambar dari sini
       Yang pasti saya mengenalkan buku sejak anak masih berada dalam kandungan.  Karena saya percaya, bahwa buku adalah jendela dunia. Meskipun jaman sudah berubah, dan orang lebih memilih e-book, tapi bagi saya buku tetaplah tidak tergantikan.  Tanpa ke mana-mana kita bisa melanglang buana ke mana saja yang kita inginkan lewat membaca.   Dan tanpa harus menunggu mereka  bisa membacapun,  saya harus memulainya dengan membiasakan mereka mencintai buku.

Wednesday 18 July 2012

Kangen




taman bunga Selecta Batu



Sejak dini hari mata tak bisa terpejam.  Tiba-tiba kangen Aisya yang sejak hari Minggu lalu ikut acara super camp di Pacet.  Aisya yang ceriwis,  suka protes, tukang kritik nomor satu, dan segudang kebiasaannya yang kadang bikin gemas juga.

Seringkali muncul perasaan cemas melihat dia tumbuh semakin besar, menjadi gadis remaja tanggung. Takut kehilangan masa-masa bisa nguyel-nguyel dia sampai teriak-teriak, ketawa tergelak bahkan menangis. Sering aku berkata, "Dek kecil terus aja ya, biar Ibu bisa meluk, dan ciumi terus." dan biasanya dia akan menjawab "Ya udah, Ibu bikin adek bayi aja lagi!"  hihi dalam pikiran bocahnya dianggap bikin adek bayi itu seperti bikit kue. Tinggal beli bahan-bahan, diaduk, dicetak, lalu dipanggang :D

Sekarang saya harus menikmati momen-momen indah bersama anak-anak. Tanpa perlu berkeluh, "Kok kamu ngak besar-besar sih? Kapan kamu lulus sekolah? Kapan kamu masuk SD, SMP, SMU lalu kuliah? Menikmati proses tumbuh kembang mereka adalah sesuatu yang sangat berharga. Sebelum saya kehilangan, dan akan selalu merindukan masa-masa itu.  Semoga bisa mengantar mereka sampai tujuan, ke pintu syurga-Nya. Aamiin ...

Dan saat iseng membaca tabloid  Mom & Kiddie edisi 24 punya teman, eh... tanpa sengaja menemukan ceritaku tentang Aisya di kolom baby story.  Hmm... jadi tambah kangen padamu Nak.  Hari ini, sesuai jadwal, super camp berakhir,  nanti sore dia pulang.  Dan seperti biasa, pasti akan membawa oleh-oleh cerita seru bin heboh segudang ^_^






di PPLH Seloliman
mau foto berdua sama Ayah, eh... ikut gaya juga :D
Tuesday 17 July 2012

Jadwal Sapu


Tanpa sengaja buka tabloid Mom & Kiddie edisi 24 (punya teman) ada wajah dan cerita tentang Aisya nampang di sana ^_^
ini tulisan aslinya sebelum diedit oleh editornya :)
-------------------------------------------------------------- 

YAH, nanti jemputnya dilama-lamain yaa....” kata Aisya sesaat sebelum berangkat sekolah. Kami terheran-heran mendengar permintaannya. Saat itu ,Aisya masih kelas 3 SD.

“Memang ada apa Dek, kok enggak mau cepet pulang?” tanyaku mencoba mengorek alasan dari bibir mungilnya.

“Kalau Hari Kamis itu, jadwalnya sapu sama Rania,” jawab Aisyah dengan mata bulatnya yang berbinar-binar menggemaskan.

Mendengar kata sapu aku langsung berpikir, ohh... rupanya hari ini jadwal Aisyah piket menyapu kelas. Hati senang mendengarnya, Aisyah sudah mempunyai tanggung jawab terhadap tugas piket di sekolah.
Akhirnya hari itu, Ayahnya menjemput lebih lambat setengah jam dari biasanya. Ssesampainya di sekolah, Ayah melihat Aisya duduk-duduk santai di beranda masjid sekolah. Bercanda dan tertawa riang ditemani temannya, Rania.

Melihat Ayahnya datang, dia tetap asik bercanda. Ayahnya sampai heran, katanya jadwal sapu, kok malah tertawa-tawa sambil ngobrol..
“Bu, Ayah kok jemputnya cepet banget sih, aku kan lagi sapu,” protes Aisya sesampainya di rumah.
Kami semakin terbengong-bengong dibuatnya, katanya sapu kok malah ngobrol. 

Lalu dengan nada lucu Aisyah menjelaskan, “Hari Senin dan Kamis itu, jadwalnya sahabat pulang, sambil menunggu jemputan. Ngobrol-ngobrol dan bercanda-canda gitu”.
Hahaha ... Seketika tawa kami pecah bersama. Oalah Nak, ternyata 'sapu' itu singkatan dari sahabat pulang. Senangnya, melihat Aisya pintar bergaul dan berteman.


Friday 6 July 2012

Akhirnya... Penantian itu Berujung


Sidoarjo, 18 Juni 2012

Hari ini adalah puncak dari semua perasaan yang terpendam hampir setahun (duuh... mulai lebay deh, tapi memang beneerr :D)

Setelah sebulan yang lalu, mulai tanggal 7 – 9 Mei 2012 tak kalah juga rasa yang mengaduk-aduk emosi dan fisik. Dari deg-degan,panas dingin, hingga rasa mual dan mulas tak berujung.
Hari ini, kami orang tua murid kelas 6, mendapat undangan ke sekolah. Tak seperti biasanya, dimana undangan hanya dihadiri oleh beberapa gelintir orang tua saja, undangan kali ini dihadiri hampir semua wali murid. Rupanya semua orang tua harap-harap cemas ingin mengetahui bagaimana hasil UNAS anak-anak mereka. Meskipun sebenarnya tanggal 16 Juni lalu kertas pengumuman kelulusan sudah ditempel, tapi hanya menyatakan LULUS, tanpa embel-embel nilai.

Tetap saja seperti biasa, yang tegang tuuhh... para emak-nya. Anak-anak sih justru duduk santai lesehan sambil bercanda-canda. Mungkin mereka sudah lelah, capai, jenuh dengan proses selama satu tahun di kelas 6, dan setelah UNAS selesai kemarin, mereka sudah menghitung prediksi nilai yang akan mereka peroleh. Paling tidak mereka sudah mengira-ngira nilai unas yang sebenarnya, meskipun meleset, mungkin tidak jauh-jauh banget dari prediksi.

Nah, kembali lagi ke para ortu nih. Mereka, termasuk aku tentunya rasanya sudah tak sabar menunggu. Saat para ustad-ustadzah tim sukses kelas 6 bergiliran memberikan sambutannya, rasanya pingin cepat-cepat saja, diakhiri. “Ayo dong Ustad! Diumumkan langsung aja, sudah semakin deg-degan nihhh ...” kasak-kusuk suara di sekitarku nih, hehe. 

Hampir semua ustad ustadzah mengatakan, bahwa anak-anak telah berjuang dengan segenap ikhtiar dan doa. Semua ustad ustadzah juga orangtua tak lepas juga dari kerja keras, doa yang tak pernah putus serta motivasi tak henti dalam mendampingi anak-anak, sholih sholihah. Dan apapun hasilnya, ini adalah hasil yang sangat membanggakan, Nilai UNAS yang diperoleh dengan menjunjung tinggi kejujuran 100%. 

Alhamdulillah... saat diumumkan hasil nilai UNAS masing-masing anak, hampir semua bersyukur dan bertakbir. Meskipun mungkin ada beberapa anak yang kecewa karena nilainya meleset dari prediksi, tapi kebahagian dan kebanggaan tetap terpancar dari wajah kita semua. Bahkan beberapa meneteskan airmata haru. Termasuk aku. Alhamdulillah, meskipun bukan menjadi yang terbaik, Deva putriku bisa menunjukkan bahwa setiap usaha keras dan sungguh-sungguh yang disertai dengan doa tak putus akan mengahsilkan sesuatu yang terbaik (Hasil UNAS Deva 27,90 adalah anugerah yang patut disyukuri). Hasil yang dicapai ini adalah hasil terbaik menurut Alloh, setelah semua usaha dan doa telah diupayakan. 

Kami semua, para orang tua sangat terharu dan bangga pada anak-anak. Bangga dengan proses yang mereka lakukan terus menerus hampir setahun belakangan ini. Sejak mereka menapakkan kaki mereka di kelas 6. Datang ke sekolah lebih pagi, malam hari masih ada tambahan pelajaran di rumah ustadzah (sesuai dengan kelompok masing-masing), try out demi try out yang tak henti silih berganti mereka ikuti sebagai ajang uji coba sebelum menempuh medan ujian yang sebenarnya, puasa sunah Senin-Kamis, saling membangunkan lewat sms untuk mengingatkan sholat tahajjud, dan segenap rangkaian perjuangan yang telah mereka untai bersama dalam suka dan duka demi hasil akhir yang cermerlah dan membanggakan.

Akhirnya, segenap syukur harus dipersembahkan pada Alloh, dzat penguasa alam semesta yang telah meneteskan ilmu dan kebeningan hati pada anak-anak. Sehingga mereka bisa sampai pada hari ini.
Alhamdulillah.... akhirnya berujung juga. Segenap ikhtiar dan doa telah dikerahkan, kejujuran 100% menjadi panglimanya. Bangga pada anak-anak semua. 

Ucapan terimakasih tak terhingga juga dihaturkan untuk semua ustad ustadzah SDIT Nurul Fikri. Yang dengan segenap keikhlasan, kasih sayang, kesabaran dan doa yang terus menerus, dibungkus dengan air mata ketulusan. Terimakasih untuk kerja keras juga motivasi yang tiada henti.
Selamat untuk semua Sholih & Sholihah SDIT Nurul Fikri. Ini bukanlah akhir sebuah perjuangan, tapi ini adalah awal langkah kalian menggapai masa depan yang cermelang. Bersama Allah kalian pasti BISA!

*Catatan kecil saat pengumuman hasil UNAS 2012 SDIT Nurul Fikri Sidoarjo



Klik catatan kecil lainnya :
- Illumination of 6th Grade 
- Catatan Kecil Saat Unas
Thursday 5 July 2012

Catatan Kecil Saat UNAS

Sidoajo, 7 Mei 2012

Sejak semalam tidurku tak nyenyak, perutpun protes. Asam lambungku mendadak naik, makanpun tak enak.

“Magh-nya kumat Bu? Atau PMS barangkali?”

Ohh no! Ini bukan gejala penyakit apapun. Ini adalah penyakit bawaan, setiap kali menghadapi hal-hal luar biasa menurut ukuranku, atau hal-hal biasa sekalipun tapi baru pertama kali kuhadapi.
Hari ini, hari pertama pelaksanaan UNAS SD. Secara nih si Emak ini baru pertamakalinya mengalami mengawal anak menghadapi ujian kelulusan sekolah, jadi ya harap maklum kalau hati ini deg-degan enggak karuan. Bahkan dibandingkan dengan anaknya yang nyata-nyata mau ujian, spanengnya lebay-an emaknya :P

Tiba-tiba jadi teringat 'Mama'. Wanita terindah yang menjadi perantara kehadiranku di dunia ini. Membayangkan beliau yang hampir tiap tahun mulas-mulas dan cemas mengawal 5 anaknya yang silih berganti ujian. Subhanallah... betapa aku baru bisa merasakannya kali ini. Perasaan seorang ibu, yang mendampingi perjalanan hidup putra putrinya. Dan setiap kali itu pula, ingatanku akan melayang-layang mengenang beliau, semoga Alloh selalu melimpahkan kemulian, dan memberikan tempat yang terindah disisi-Nya. (hiks... tak pernah bisa dibendung, pasti air mataku menetes setiap mengenang beliau T_T)
Kembali pada topik semula, selama 3 hari ujian ini, kami orang tua murid mendapat undangan dari pihak sekolah. Undangan untuk mengantar dan mendampingi putra-putrinya. Loh, memang boleh ya, ujian didampingi? Ehh... maksud mendampingi disini itu, mendampingi secara ruhani, membesarkan hati, menguatkan mental dan entah apalah istilahnya.

Jadilah pagi ini aku dan si Ayah mengantar Kakak ke sekolah. Sampai di sekolah, sudah banyak orang tua berkumpul, terutama para ibu tentunya yang selalu ada di garis paling depan kalau urusan undangan ke sekolah. Kalau bapak-bapak sih kebanyakan nyantai, kalem, juga mungkin karena tugas mencari nafkah, ke kantor dan sebagainya yang tidak bisa ditinggalkan, para bapak lebih sedikit yang terlihat.

Kakak langsung menuju kerumunan temannya yang berkumpul di masjid. Aku menuju tempat ibu-ibu duduk berjajar di beranda masjid. Suasana pagi ini begitu hening mencekam (Duuhhh ... si Emak nih mulai lebay lagi, emang perang apa :P) . Kami saling bersalaman dengan wajah tegang, bibir ditarik membentuk garis lengkung senyuman yang hambar. Hihi... ternyata tidak hanya aku saja yang salah tingkah dan mules-mules, hampir sebagian besar wajah ibu-ibu itu juga sama sepertiku, wajah-wajah menahan mulas :D

Dan pemandangan pagi itu begitu menggetarkan siapapun yang menyaksikannya. Anak-anak (sholih & sholihah) antri bergantian berwudhu, kemudian sholat dhuha dilanjutkan dengan tilawah. Sejenak sebelum persiapan masuk ke ruang ujian, anak-anak duduk rapi dengan takzim mendengarkan ustad-ustadzah berbicara. Bukan bocoran kunci jawaban atau wejangan trik-trik mencontek loh ya! Ustad- ustazah hanya meletupkan kalimat-kalimat motivasi, menyalakan semangat, meyakinkan bahwa Allah akan selalu bersama orang-orang yang berjuang di jalan-Nya.

Sebelum masuk ke ruang ujian, anak-anak berbaris rapi, berjalan berurutan mencium tangan ustad- ustadzah juga para orang tua yang sudah berdiri rapi, berjajar sepanjang depan masjid hingga ruang ujian yang berada paling ujung.

Saat itu air mata tak kuasa ditahan, kami saling berjabat tangan, berpelukan, tak lupa pula doa-doa mengalir sepanjang momen itu. Subhanallah, serasa melepas para pejuang ke medan jihad. Anak-anak hebat, kebeningan hati mereka, perjuangan dan kesungguhan mereka melewati proses panjang sejak awal menginjak kelas 6 sungguh menggetarkan hati siapapun yang memandangnya. 

Secercah sinar harapan, yang selama ini seakan buram oleh banyaknya debu yang melekat di sekelilingnya terpantul di wajah-wajah mereka. InsyaAlloh harapan itu masih ada. Pengobat negeri yang dirundung gelisah dan coreng-moreng disana-sini. 

Ups! Jadi mewek nih kalau sudah curhat tentang anak-anak. Dilanjut ya ceritanya, setelah anak-anak masuk ruang ujian, kami tidak langsung pulang. Kami segera mengambil wudhu untuk sholat dhuha, dilanjut dengan tilawah bersama-sama, hingga jam 10.00 saat anak-anak selesai berjuang. Begitu hal yang sama kami lakukan di hari ke dua dan ke tiga ujian. Tapi, dengan intensitas ketegangan yang semakin berkurang tentunya, bahkan di hari kedua dan ketiga, kami (ibu-ibu tentunya) sudah bisa ketawa-ketiwi meski belum bisa ngakak guling-guling. :P ^_^

Hai! Ada cerita menarik di balik layar kelas ruang ujian, ternyata para pengawas dari sekolah lain yang bertugas di SDIT Nurul Fikri sampai terbengong-bengong dan terkagum-kagum melihat anak-anak yang tenang, tanpa menoleh sedikitpun saat mengerjakan ujian. Subhanalloh... semoga prinsip kejujuran yang ditanamkan di hati mereka tetap terjaga hingga mereka dewasa dan menjadi pemimpin. Aamiin...

*Catatan kecil saat UNAS di SDIT Nurul Fikri tanggal 7-9 Mei 2012
 

Illumination of 6th Grade

 Catatan kecil,  saat menerima undangan doa bersama menjelang unas.

 Illumination of 6th Grade

25 April, 2012

Disinilah perjalanan ruhiah sekelompok anak manusia dimulai
Mencari hakikat penghambaan kepada Dzat yang Esa
Menguatkan hati untuk selalu istiqomah
Disinilah canda, tawa, dan tangis mewarnai
Melapangkan dada atas segala perbedaan
Mengikhlaskan atas luka yang tiada sengaja terlukis di hati
Disinilah sebentuk persaudaraan teruntai
Tiada memandang siapa dia dan siapa saya
Karena kita sama dihadapan Allah kecuali taqwa
Disinilah seuntai ukhuwah terajut
Saling menguatkan dalam keimanan dan kecintaan akan prestasi kebaikan
Disinilah semua itu berawal
Di kelas 6 ....
Inilah kami, sekelompok generasi muda yang meniti jalan prestasi
Inilah kami, sekelompok generasi muda yang senantiasa berusaha tuk istiqamah
Inilah kami, yang berusaha memberikan yang terbaik dari apa yang kami punya
Saling menyayangi dan menyemangati dalam suka dan duka
Karena kami dipertemukan oleh Allah
Dan tumbuh oleh rasa saling mencintai hanya karena Allah semata

Inilah kami...Sholih Sholihah kelas 6

*Teruntuk Ayah Bunda
Kehadiran-mu sangat berarti
bagi kami ....

Sidoarjo, 26 April 2011

Terharuuu ... baca undangan ini.

***
Tak terasa 6 tahun hampir mencapai ujungnya
Rasanya baru kemarin, seragam TK berganti merah putih
Kini, kau dan mereka sudah remaja.
Menjadi Sholih Sholihah harapan, yang berprestasi dan berakhlak terpuji
Selamat menapak dan melewati pintu gerbang pertama Nak....
Ini bukan akhir, tapi awal perjuangan panjang meraih mimpi
Menjadi generasi rabbani berprestasi

Selamat melewati hari-hari ujian
Doa Ayah dan Bunda selalu mengiringi setiap langkah-mu


*teruntuk mb Deva dan semua Sholih Sholihah SDIT Nurul Fikri, selamat menempuh Unas plus plus plus :). Bismillah... Kalian pasti bisa!
Wednesday 13 June 2012

KOK AKU NGGAK SAMA KAYAK RIO?


Sore itu Aisya sedang bermain di halaman depan, ketika tiba-tiba dia berlari tergesa mendekatiku yang masih sibuk bebenah rumah yang mirip kapal tumpah. 

           “Ibu, Rio enggak malu, pipis sambil berdiri di got depan.”

Rio belum sekolah, jadi belum diberitahu ustadzah kalau pipis harus di kamar mandi.”

 kataku menenangkan. Kupikir setelah itu Aisyah akan kembali bermain lagi. Ternyata perkiraanku keliru. Pertanyaan selanjutnya kembali meluncur dari bibir mungilnya. Dan membuat aku seperti biasa, salah tingkah, mati gaya mati kata, sambil berpikir mencari jawaban yang pas.

Titut-nya Rio kok nggak sama kayak punyaku sih?” tanya Aisyah penuh heran *Aisya mengenal dengan nama itu dari kebiasaan sekitarnya yang mengganti vokalnya untuk membedakan alat kelamin anak laki-laki. Perlahan mengenalkan dengan nama yang benar “v****a” saat dia dan kakaknya juga sering bertanya tentang alat reproduksi.* Karena kakaknya juga perempuan, melihat pemandangan di depan tadi pasti akan membuat dia terheran-heran.

Ya tentu beda dong. Adek kan perempuan, Rio laki-laki. Allah menciptakan perempuan dan laki-laki berbeda. Seperti Ayah dengan Ibu juga berbeda kan? Karena Ibu perempuan dan Ayah laki-laki.”

Aku sangat berharap semoga pertanyaan tidak berlanjut, membayangkan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya pasti akan membuat aku bingung menjelaskan seputar “sex eduction” dengan bahasa anak-anak yang mudah dimengerti tapi tidak membohongi.

“Titut itu aurat ya Bu… nggak sopan dan malu kalau kelihatan,” celotehnya lagi.

Aku mengangguk mengiyakan. Dan ternyata harapnku tak terkabul. Karena pertanyaan seputar alat reproduksi meluncur deras dari bibirnya. ^_^

*Celoteh Aisyah ketika masih di  TK*

Mengapa Dada-ku Rata


Malam itu di tengah-tengah belajar tiba-tiba terjadi obrolan yang sangat menarik diantara kami.Aku dan Deva
 
“Bu, mbak Bella temanku sudah mens, aku kok belum?” tanya kakak.

“Ohh... berarti mbak Bella sudah remaja, sudah bukan anak-anak lagi. Kakak nanti juga akan mengalaminya, dan masing-masing orang berbeda. Dulu Ibu juga pertama kali menstruasi umur 15 tahun.” kataku menjelaskan.

Rupanya beberapa teman gadis kecilku sudah mulai memasuki masa puber. Beberapa temannya bahkan memasuki masa baligh saat usia 10 tahun, dan sampai usia 12 tahun kakak belum menunjukkan tanda-tanda itu.
Sebenarnya, aku ikut harap cemas juga menanti saat putri sulungku memasuki batas pintu dari gadis kecil menjadi gadis remaja tanggung yang memasuki akil baligh. Mengingatkanku untuk ekstra menjaganya seperti menjaga gelas kristal antik, menarik dan mengulurnya seperti memainkan layang-layang agar dia tetap bisa menikmati dunia remajanya yang indah tapi tetap dalam rel yang benar. 

Hmm … aku harus bersiap mengawalnya. Bukan sebagai pengawal yang ikut kemanapun dia pergi, lebih tepatnya menjadi pengawal langkahnya, menjadi teman curhat yang asik, agar tak kecolongan cerita-ceritanya. Bukankah, remaja seusia dia sedang senang-senangnya berteman, asik berbagi dengan komunitas grupnya?

“Bu, dadaku kok masih rata, belum tumbuh, tapi beberapa hari ini dadaku terasa sakit deh.” Gadis tanggungku kembali menumpahkan unek-uneknya.

“Ohh … itu tanda dada kakak sudah mulai tumbuh.” jawabku menenangkan.

“Tapi kok keras dan sakit Bu?”

“Iya, sakit karena kelenjarnya sedang berkembang. Tenang aja, Ibu dulu juga begitu.” 
 
“Hehe … aku geli Bu, nanti harus pakai b** enak enggak sih?

“Awal-awalnya ya nggak nyaman, karena belum terbiasa. Nanti kalau sudah biasa ya nyaman-nyaman saja tuh.... “ 

Oalah … ternyata dia memikirkan itu juga, hatiku ikut geli mendengar pertanyaannya. Rupanya gadis kecilku sudah mulai beranjak remaja :)
Tuesday 16 August 2011

KEJUJURAN YANG TERKOYAK oleh Vanda Nur Arieyani pada 19 Juni 2011 jam 8:05

Bismillahirrahmanirrahiim .....



           Hal yang paling menentukan dari proses belajar formal di negeri ini adalah apa yang dinamakan ujian akhir.  Dulu semasa saya masih sekolah,  ujian akhir sekolah di beri nama EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional), sekarang istilah berubah menjadi UNAS (Ujian Nasional) dan entah tidak tahu berubah menjadi istilah apalagi.  Yang pada intinya adalah ujian akhir setelah melewati masa beberapa tahun sekolah untuk mendapatkan predikat lulus dengan ditandai selembar surat tanda tamat belajar, atau kerennya disebut ijazah.

             Dulu, ketika masa saya sekolah, untuk mendapatkan selembar ijazah itu kami harus  melewatnya melalui  ujian yang  masih menjunjung tinggi “kejujuran” diatas segalanya.  Rasanya malu sekali kalau ketahuan tidak jujur saat ujian.  Tapi “kejujuran” inilah yang sekarang menjadi barang teramat mahal dan sangat berharga, bahkan semakin langka di dunia pendidikan saat ini.  Apalagi kalau berhubungan dengan masalah UNAS yang menjadi titik ukur keberhasilan seorang murid dan terutama keberhasilan sebuah sekolah untuk mencapai kebanggaan dengan keberhasilan meluluskan muridnya 100%.

           Terhenyak, melihat seorang ibu dengan suara bergetar menahan tangis mengadu di sebuah stasiun TV tentang anaknya yang  menjadi korban praktek ketidakjujuran ini.  Sang anak sampai trauma, dadanya sesak, kepalanya pusing menahan gejolak perasaan yang menyerbu dada kecilnya yang masih bersih.  Dia bingung antara nilai-nilai moral yang selama ini ditiupkan oleh bunda dan lingkungannya, terkoyak begitu saja oleh 'ketidakjujuran UN' yang hanya berlangsung 3 hari.  Mungkin banyak anak yang cuek, tapi nilai-nilai moral itu otomatis sudah ternoda.  Dan sebenarnya masih banyak Ibu-ibu  lainnya yang merasakan hal yang sama, tapi mereka tidak tahu hendak berteriak dan mengadu pada siapa.


             Kisah-kisah di bawah ini berasal dari orang-orang dekat di sekitar saya, setahun yang lalu.  Yang membuat rongga dada saya ikut begetar dan perih mendengarnya.  Kisah-kisah yang sudah bukan rahasia umum lagi, tapi baru menjadi berita saat ada seorang Ibu yang berani dan nekat 'berteriak'

           Cerita pertama saya dapat dari seorang teman yang berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah dasar. Ketika UNAS menjelang maka seperti  biasa masing-masing sekolah akan melakukan pengawasan silang, dan para pengawas ini diberi pengarahan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini. Dan pengarahan yang diberikan sungguh membuat para guru dan orang-orang yang masih sehat nuraninya melongo kaget. Bagaimana tidak, demi untuk mencapai angka kelulusan 100% atau minimal tidak memalukan bagi pihak sekolah atau daerah yang bersangkutan, maka dihalalkanlah "KETIDAK JUJURAN". Dalam pertemuan itu, dibuatlah sebuah kesepakatan bersama.,  yang isinya adalah, bahwa pengawas harus membiarkan peserta ujian untuk saling contek, bila perlu membantu para peserta ujian untuk mengerjakan soal-soal ujian mereka dengan cara-cara yang di sepakati bersama juga.

        Tidak hanya sampai disini, para anak didik peserta ujianpun oleh masing-masing sekolah diberi pengarahan untuk menghalalkan segala cara agar lulus. Diajarkanlah trik-trik mencontek, ataupun kerjasama antar siswa untuk saling memberi jawaban.  Bila memang diperlukan sekolah akan mencari kunci jawaban, untuk dibagikan pada siswa mereka sebelum UNAS berlangsung.   Nah… bikin perih dan pedih kan mendengarnya.

          Akan menjadi apa bangsa ini jika anak-anak usia pendidikan dasar sudah diracuni kebobrokan moral semacam ini.  Rasanya hancur sudah kebiasaan untuk jujur, percaya pada diri sendiri yang ditanamkan di rumah, ditempat mengaji, dan di kelas-kelas selama ini.  Ajaran yang ditanamkan sejak dini , bahwa Allah Maha Tahu, Allah tidak pernah tidur, Allah melihat apapun yang kita lakukan tergadai sudah.

          Dan pengalaman teman saya ini semakin nyata ketika hari "H" ujian berlangsung. Semua peserta ujian di sekolah yang dijaganya, ramai bagai pasar , mereka dengan santai mencontek dari lembaran kertas yang mereka sudah persiapkan, saling bertanya antar teman dan sebagainya. Hati nurani teman saya sebagai seorang pendidik yang selama ini begitu teguh memegang dan mengajarkan kejujuran terkoyak,
 " Tak ada gunanya saya mengawasi ini semua." gumam teman saya waktu itu.

        Ya…buat apa dia berada disana sebagai pengawas, jika fungsi sebagai pengawas sama sekali tidak ada.  Pengawas ujian yang seharusnya disegani, sama sekali tidak dianggap, bahkan seolah-olah tidak ada.  Pengawas ujian yang seharusnya bertugas mengawasi anak-anak peserta ujian untuk berlaku jujur, justru dianjurkan untuk membantu anak-anak menikam kejujuran.

"Alhamdulillah…” Kata teman saya dengan perasaan lega luar biasa.  Perasaan lega itu terpancar karena  sekolah tempat dimana dia mengabdi, tidak ikut dalam "kesepakatan" itu.

“Kami tetep memegang teguh apa yang kami yakini benar.  Dan Alhamdulillah, anak-anak didik kami lulus 100% dengan sangat bangga, dengan hasil yang memuaskan meskipun tidak menjadi yang terbaik.  Dan itu lebih membanggakan , karena itulah hasil kerja keras mereka.”  Kata teman saya sambil tersenyum.

          Ada cerita juga dari seorang teman tentang anaknya yang "STRESS" saat menghadapi Unas. Bukan karena tidak siap dengan materi pelajarannya, tapi karena batinnya bergolak. Betapa selama ini dia diajari untuk jujur, percaya pada diri sendiri, tapi pada akhirnya dia harus menerima kenyataan "Ketidak Jujuran berjama'ah" yang dimaklumi dan disarankan seperti yang diceritakan teman saya diatas itu.   Rasanya proses pendidikan selama-bertahun-tahun itu hancur sudah oleh beberapa hari pelaksanaan ujian nasional.

           Seorang tetangga juga bercerita, pagi hari saat subuh baru saja menjelang, ketika anaknya sedang mempersiapkan segala perlengkapan  untuk ujian hari itu, telah masuk SMS yang berisi jawaban-jawaban UNAS ke ponsel anaknya.  Sungguh sangat miris mendengarnya,  padahal anak tetangga saya itu baru akan menempuh ujian kelulusan tingkat sekolah dasar.  Ternyata praktek perjokian sudah merambah di pendidikan pada tingkat dasar, yang seharusnya menjadi pijakan untuk menanamkan moral pada anak-anak kita.  Padahal tanpa bocoran jawaban itupun , saya yakin si anak bisa mengerjakan soal-soal ujiannya, jika dia belajar dengan sungguh-sungguh.  Orang tua yang seharusnya menjadi benteng moral bagi anak-anaknya,  ternyata ikut andil juga dalam masalah ini.  Sungguh ironis sekali.

            Teman satu kantorpun tak kalah kaget, bagaimana tidak, saat sedang repot dan sibuk dengan pekerjaan di kantor, adiknya yang saat itu sedang menjalani UNAS untuk kelulusan di tingkat sekolah menengah pertama, masih bisa bertanya lewat SMS tentang jawaban soal ujiannya (hehehe… ujian sekarang jadi seperti ikut kuis di televise saja rupanya)


             Gebyar berlangsungnya UNAS (ujian nasional) mulai tingkat dasar hingga tingkat lanjutan atas yang setiap tahun menjadi perhelatan besar dan penuh debar akan selalu terjadi berulang , dan  banyak cerita-cerita seputar ujian itu yang membuat dada ini bergetar, miris, bahkan perih ,  (meskipun ini rasanya sudah bukan rahasia umum lagi).


             Semoga masih banyak para pendidik di negeri ini yang masih punya hati nurani, mendidik dengan hati.  Karena sesungguhnya nilai-nilai pendidikan bukan hanya hasil di atas kertas, tapi goresan kebajikan, kejujuran, dan budi pekerti yang luhur  yang terus menerus dituliskan dihati anak-anak, dan diwujudkan dalam keteladanan...............


Wallahu'alam bishawab....

Rumah Hijau  19062011

RASA YANG TERTINGGAL ( hihi bingung kasih judul akhirnya nyomot judul lagu :D) oleh Vanda Nur Arieyani pada 29 Juni 2011 jam 15:23

coret-coret lagi ahhhhh  .......  harap maklum kalo tulisannya  GeJe   banget
maaf buat yg sudah kena sasaran tag , dihapus saja kalau nyumpekin * _*
-------------------------------------------------------------------------------------------

Saat masih gadis ( ehh … pernah muda juga lho  si Emak :D) bagiku paling tabu kalau harus merepotkan makhluk Tuhan bernama laki-laki.   Ngapain  juga wong semua-muanya juga bisa aku kerjakan sendiri .  Naik bis gelantungan biasa, pergi sendiri naik bemo keciilllll ….  Pulang  dari kegiatan agak kemalaman (di atas jam 9 malam) oke-oke aja.  Bawa belanja , angkat-angkat sendiri juga enteng aja.


Daann  … semuanya  berubah total sejak menikah.


“Yah … antarkan Ibu ya.”  * dengan nada sok ngerayu*
“Yah … tolong angkatkan dong, berat nih.”  *dengan gaya sok lemes *_*
“Yah … ada tikus di dapur, hiiii  ”  *sambil teriak loncat-loncat*
“Yah …”
“Yah …”

Ya, itulah cuplikan  sebagian kalimat-kalimat cintaku untuk laki-laki yang sudah menjadi ayah anak-anak-ku.  Hmm … dan sudah beberapa hari ini kalimat itu tidak terlontar dari mulutku.  Bukan karena aku lagi kena sariawan atau sakit gigi.  Tapi karena orang yang menjadi sasaran kata-kata mesraku itu sedang tidak berada di rumah.  Ohh .. rasanya mulut ini kaku semua hehehe.


Sebenarnya bukan masalah ditinggal, takut sendirian di rumah?? No way.  Tapi masalah ketergantungan yang sudah merasuk dan hinggap di semua sel-sel organ tubuhku.  Ketergantungan pada suami yang selalu ku repoti dengan permintaan tolong ini itu.   Ketergantungan meminta pendapat untuk semua hal dari yang sangat amat penting sampai hal-hal remeh temeh sekalipun.


Padahal tidak selamanya lhoh kita berdua selalu akur. Sering juga kita berbeda pendapat, bahkan saling diam.  Hehe wajar toh namanya saja dua kepala dengan isi yang berbeda .  Meski  sudah lebih 10 tahun dan kurang dari 15 tahun  (kira-kira sendiri ya, pasnya berapa tahun hehe )  hidup satu atap, bahkan satu kamar  tetap saja seringkali hal-hal sepele bisa menjadi penyebab kesalah pahaman.

Dan saat seperti sekarang ini, saat aku tidak bertemu untuk beberapa hari ( Ga pernah sampai berbulan-bulan sich  *_*)  aku bisa belajar banyak hal.


Aku semakin bisa merasakan kebaikan-kebaikannya, karena aku kehilangan itu.  Jika setiap hari kita bertemu pastilah kebaikan-kebaikan itu tidak terasa, karena kita sudah terbiasa merasakannya dan menjadi sebuah hal yang sangat biasa.


Jadi benarlah, bahwa kita akan merasakan seseorang begitu berharga dalam hidup kita ketika kita kehilangan orang tersebut.  Jadi pelajaran berharga yang aku dapat adalah, jangan pernah sia-siakan  kehadiran orang-orang di dekat kita.


Jangan salah juga lhoh … saat  kita  berjauhan,  disamping kebaikan,  aku juga akan merasakan kehilangan sifat-sifat  konyol atau yang paling menyebalkan sekalipun .  Bahkan sifat yang nyebelin itulah  yang paling dikangenin :D


Dan tips berikutnya adalah, jika ingin mencicipi rasa yang berbeda atau mencharge sebuah rasa dengan cita rasa berbeda,  selain menyempatkan untuk menikmati waktu berdua, bisa dicoba untuk beberapa hari   tidak saling bertemu.  Coba aja hehehe   *Tentunya ini tidak berlaku untuk pasangan yang memang sudah Long Distance Love donk*


Rumah Hijau   27 Rajab 1432 H /
*kembali mengenang , saat statusku berubah*     ^_^
Tuesday 22 March 2011

Catatan Kecil Saat Penerimaan Raport


 catatan yang sudah lama dibuat tapi baru saya bagi di sini.  Biasa jadi emak-emak sok sibuk yang kerja 24 jam sehari bahkan kalau bisa sehari bisa ada ekstra lebih 24 jam biar ada waktu leyeh-leyeh :))


Monggo  disimak  :)


Bu, bagaimana raport anak-anak, rangking berapa? “Pertanyaan serupa adalah sangat biasa dibicarakan ibu-ibu tetangga kiri kanan setiap kali musim penerimaan raport tiba. Dan setiap kali pula saya bingung menjawabnya, karena kebetulan raport anak-anak tidak mencantumkan rangking di bawahnya, sebagai parameter untuk menilai kemampuan siswa.

Sebenarnya siapa sih yang membutuhkan dan berkepentingan dengan predikat rangking itu, anak atau orang tua? Dan jawabannya, bahwa cenderung yang berkepentingan dengan rangking adalah orang tua. Begitu pentingkah rangking bagi orang tua? Rasanya begitu ya, dan umumnya memang seperti itu. Begitu egoisnya para orang tua, mereka menuntut anak-anak untuk membuat mereka bangga.

 Coba lihat, jika anak-anak mendapat rangking 1 dari bawah atau tidak masuk dalam 10 besar di kelasnya dapat dipastikan orang tua akan merasa malu. Sekedar rasa malu yang terbersit dalam hati itu masih sangat wajar dan lumayan. Lebih parah lagi kalau rasa malu itu diluapkan dalam bentuk kemarahan kepada anak. Dan kemarahan itu justru akan membuat anak semakin terpojok dan merasa tidak dihargai.

Merasa bangga jika anak mendapat rangking atas itu sangat wajar. Tapi para orang tua haruslah hati-hati dan waspada, kadang kebanggaan orang tua yang berlebihan justru membuat anak terbebani. Di sisi lain, bagi anak yang mendapat rangking di atas 10, di samping mereka mendapat marah, juga akan terbebani dengan perasaan malu dan minder. Tak seorang anak pun rela dibandingkan dengan anak yang lain, walaupun sistem rangking tidak diniatkan untuk itu, tapi pada kenyataannya sistim rangking telah membandingkan setiap anak dengan cara yang tidak  fair.

Ada pesan sangat indah yang saya dapat dari seorang ustadzah (guru) saat merima rapot kemarin, “Bapak dan Ibu, jika menerima raport anak, pertama lihatlah mana mata pelajaran yang mendapat nilai paling tinggi. Pujilah dan beri apresiasi atas pencapaian itu, ajak anak bersama melihat hasil raportnya, kemudian baru ulas bersama nilai yang dibawah standar. Diskusikan dengan anak, apa kesulitannya, dan motivasi mereka bahwa sebenarnya mereka bisa.”

Jujur saja , biasanya orang tua termasuk saya tentunya * ngaku nih si Emak :D, tanpa sadar akan langsung bereaksi pada hal-hal negatif yang dilakukan anak-anak. Begitu membuka raport dan terpampang nilai matematika atau sains 6 atau 7, sudah langsung panas hati. Tanpa peduli dengan nilai Agama, Bahasa Indonesia, Kesenian, IPS, atau Olah Raga yang 8 dan 9, langsung khotbah dan ceramah panjang lebar akan keluar.

Rasanya sangat tidak adil, jika kemampuan anak hanya dinilai sebatas pencapaian kognitif saja. Bukankah banyak aspek kecerdasan yang harus dilihat. Menurut DR Howard Gardner, kecerdasan adalah: kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, kemampuan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu, atau memberi penghargaan pada budaya seseorang. Jadi kecerdasan tidak bisa hanya dinilai dari angka-angka di atas kertas. 

Foto diambil dari FB SDIT Nurul Fikri Sidoarjo
Cerita seorang teman yang tinggal di sebuah negara di benua tetangga. Di sana anak-anak berangkat sekolah dengan senyum mengembang, tak ada beban yang memberatkan punggung dan otak mereka. Mereka belajar dengan gembira, dan InsyaAllah karena kegembiraan itu justru nilai-nilai yang diajarkan lebih meresap. Dan di akhir semester mereka juga dengan gembira menerima penghargaan sesuai dengan prestasi mereka masing-masing. Di sana yang ada achievment , "Penghargaan" atas keistimewaan anak masing-masing. Karena rangking menurut mereka adalah abuse. :(

Bandingkan dengan anak-anak Indonesia, pulang sekolah dengan membawa setumpuk PR, ditambah sorenya masih les untuk semua mata pelajaran dan les ini itu yang seringkali hanya mengikuti jadwal yang sudah dibuat oleh orang tua. Belum lagi tuntutan harus rangking 1 atau minimal masuk 10 besar. “Hiks aku capek dan bosan Maaa...!”  Begitu mungkin jerit mereka dalam hati.

Alangkah indahnya, jika pada saat penerimaan raport, setiap anak mendapat hadiah, meskipun itu hanya sebuah buku, penghapus lucu warna-warni, atau pun selembar kertas berlogo bintang tertulis namanya dengan mencantumkan penghargaan atas prestasi yang dicapai di bidang mereka masing-masing. Predikatnya sebagai siswa penyabar, siswa yang ramah, siswa yang tertib, dan seterusnya rasanya lebih membanggakan bagi mereka.

  Pasti senyum mereka akan mengembang, dan mereka akan bercerita pada seisi dunia “Horee...! Aku mendapat hadiah dan jerih payahku  ternyata  dihargai.”  Setelah itu rasanya mereka jadi lebih semangat untuk menunjukkan kalau mereka BISA!

Belajar bisa dimana saja (foto diambil dari FB SDIT NF Sidoarjo

Memang tak bisa dipungkiri bahwa sistem pendidikan di negeri ini sudah terpola sedemikian rupa. Sehingga tidak menempatkan seorang anak didik (siswa) sebagai subyek pendidikan, yang mempunyai hak untuk dihargai prestasinya sekecil apapun itu. Terutama pada pendidikan di usia dasar, yang harus lebih bijak dan manusiawi, karena anak-anak bukan robot tak bernyawa yang tak mengenal rasa sakit hati dan kecewa. Mungkin ada beberapa sekolah yang tidak menerapkan sistem rangking ini, tapi tak bisa dipungkiri bahwa sekolah-sekolah itu berbiaya tidak murah. 

Meskipun sistem pendidikan kita adalah sebuah dilema, minimal kita, para orang tua bisa mengubah paradigma, bukan anak-anak yang “bodoh”, tapi orang tua yang  semakin tidak mau mengerti dan memahami bahwa setiap anak adalah unik, karena mereka cerdas di bidangnya masing-masing.


Selamat buat anak-anak semua yaaa... selamat menempuh semester baru , doa Ibu selalu menyertaimu :)

Sstt... kemarin waktu terima raport, saya  mendapat hadiah yang terbungkus kertas sampul rapi, Alhamdulillah....isinya sebotol besar sabun cuci piring hehehe . Penghargaan dengan predikat  Emak yang  rajin datang jika ada undangan pertemuan di sekolah  *_*



Sidoarjo, 16 Januari 2011
Tuesday 28 December 2010

Coretan aisyah ku

goresan  jemari kecil Aisyah

Kemarin pagi, saat bersih-bersih tak sengaja menemukan selembar kertas, dan itu adalah sobekan kertas kesekian yang hampir aku temukan setiap hari disela bersih-bersih rumah.  Isinya kadang bikin hati geli tersenyum, kadang juga membuat hati terharu.

Kali ini coretannya iseng saja  ku pasang  disini, dari pada buntu, mandeg ga ada yang ngalir persis saluran yang mampet   ..............  @-@

********************

Kelas satu hari-hari telah kulalui
Aku tetap saja ingin kembali ke TK
Tapi bagaimanapun hidupku ini harus tetap dijalani dengan setia

Ya.......
aku selalu berfikir ingin sekali aku pergi ke masa lalu
Sangat-sangat ingin
Tapi saat aku berada disitu, aku merasa hariku  biasa saja
Malah lagi tidak enak dan jengkelin
Tapi saat aku sudah naik kelas dua, semuanya berbeda,
Aku sangat ingin pergi dan meninggalkan kelas dua, dan pergi lagi ke kelas satu

Sekarang aku sudah kelas tiga, dan selalu saja tetap ingin pergi ke masa lalu

**************
dan aku cuma bisa hemmmmm...........................  ^______________^

 23112010



Tuesday 21 December 2010

1001 Cerita Ibu dan Anaknya




 Rasaku Rasanya   (Ketika putri mungilku beranjak remaja)

Rasanya baru kemarin aku menimang-nimang nya, mengejar-ngejar  kaki kecilnya yang berlari seperti kijang, berdebar-debar dengan hobinya yang suka naik pohon, atau naik sepeda dengan berbagai gaya.  Putri mungilku sudah melewati masa kanak-kanaknya,  Anakku sudah menjelang remaja,  ya....menjadi gadis kecil yang mulai tumbuh.

Sekarang dia sudah tak mau lagi tidur dipeluk-peluk, sudah malu cipika-cipiki dengan aku ibunya , didepan teman-temanya.

Kebiasaannya menulis apa saja di buku harian yang biasanya dengan suka cita  diperlihatkannya padaku, kini sudah mulai malu dan bermain rahasia.  Diary nya sekarang dikunci, membuat aku harus mengintipnya penuh rahasia juga ...hemmmm

Sekarang aku punya saingan dalam mematut-matut busanaku.  Mulai baju, rok, jilbab dan asesoriesnya harus serasi, warna, model dan kepantasan waktu memakainya. Sekarang kita  mulai saling  berbagi.  Jilbab, bros, peniti menjadi benda-benda milik bersama.  Jilbab kanak-kanaknya yang lucu sudah ditinggalkannya, berganti jilbab bergaya ABG, dengan menyematkan pin besar warna cerah didekat telinga atau di leher. Celana monyet lucunya, berganti dengan rok rimpel feminin, dengan corak-corak yang lembut.  Bahkan baju-baju jadulku yang tak pernah kupakai lagi karena sesak atau modelnya yang terlalu remaja, dengan dipermak  sana-sini menjadi koleksi baju baru bagi dia .  Lumayan lah.......memanfaatkan sesuatu yang sudah tidak terpakai menjadi bermanfaat kembali dan tentunya meminimalisir anggaran untuk membeli baju baru . (jadi teringat masa remajaku juga yang banyak nglungsur baju mamaku hehehe ternyata buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya)

Dulu ketika mau bepergian dia mau saja kupilihkan baju apa saja, sekarang memilih baju saja harus bermenit-menit itupun melewati bongkar pasang dan meminta pendapat  berkali-kali
“ aku cook ga pakai baju ini”
“ Jilbabnya sudah serasi belum”
sambil jalan muter-muter atau lama mematut didepan kaca
Membuat si Ayah  lebih lama menunggu, karena sekarang ada dua wanita yang sibuk ini itu sebelum pergi  *-*

Ada lagi yang membuat ku sering salah tingkah, dan menelan  gemas dalam hati, ketika remajaku begitu sensitif perasaannya, dia akan bersungut-sungut atau bahkan menyungsepkan kepalanya diatas bantal jika nasehatku dianggapnya menggurui, jika pertanyaanku yang menyelidik dianggap menuduhnya.  Kalau sudah begini aku akan diam dan mengelusnya lembut, tapi nanti,  setelah ngambeknya mereda.

Masa-masa ini , Teman, menjadi orang-orang yang mulai dipercaya selain kedua orang tuannya.  Teman-teman yang dianggap sahabat sudah mulai menjadi tempat  curhatnya.  Disini aku menjadi tertantang untuk tetap menjadi bagian dirinya, menempatkan diriku menjadi teman curhatnya dan itu butuh kesabaran dan belajar lebih banyak.

Ada juga yang bikin hati berdebar-debar dan deg-degan.........saat kubaca catatannya , dia mulai mengagumi teman sholih (cowok) yang baik, pinter dan ngganteng ( hemmmm ....waktu aku sharing ke ustadzah  kelasnya,  beliau malah menenangkanku,
“Wajar bu......anak-anak sudah mulai remaja nanti kalau tidak suka dengan teman sholihnya malah repot, tinggal kita yang harus selalu mendampingi dan mengarahkan perasaan-perasaan itu”
ohhhh.......lega.....
Malah yang bikin geli, ketika bertemu ibu-ibu di sekolah, ternyata anak-anak remaja kita sudah mulai ngefans  ustad-ustad muda yang mengajar di sekolah.
Oalahhhh  ternyata memang mereka sudah bukan balita lagi :)

Selain banyak hal-hal yang bikin geleng-geleng kepala dan deg-degan, beberapa hal juga membuatku terharu dan bahkan malu pada gadisku.

Bagaimana tidak terharu sekaligus malu, ketika sebelum tidur dia sudah memasang alarm dan titip pesan untuk dibangunkan sholat malam, padahal aku sendiri kadang malas-malasan meskipun dering bel berteriak-teriak membangunkanku.
Bahkan, puasa senin kamis pun dia sangat semangat melakukannya meskipun tidak rutin dan itu juga karena sudah janjian dengan teman-teman satu kelasnya.

Bahkan kalau aku terlalu banyak gumam-guman sendiri (hihi bahasa halusnya ngomel *-*)  dia dengan santai berkata
“Ibu kok kurang bersyukur sih”
Nhah lo kena deh.

Kini aku sedang menikmati proses menemani anakku menjadi remaja.  Dulu,  ketika anak masih bayi kita seringkali tidak sabar menunggunya cepat besar. Belum jalan,  pingin cepat dia jalan, belum sekolah pingin cepet masuk sekolah begitu seterusnya.  Kita jadi  lupa untuk menikmati proses tumbuh kembangnya yang menakjubkan.
Mulai MENIKMATI PROSES nya  sambil terus belajar juga mencari ilmunya, agar tidak kehilangan  masa-masa indah bersama mereka  :)
Semoga Allah menjadikan mereka anak-anak sholih dan sholihah, yang akan ikut mewarnai dunia dan negeri ini dengan kebaikan,kejujuran dan keadilan :)


Bundadea   14112010 ^_____^
untuk Devani Alifa Azzahra  cahaya hatiku 

http://aulaady.com/
http://himma.multiply.com/journal/item/257/LOMBA
Thursday 10 June 2010

Surat untuk bunda

OH...ibu maafkan aku bila ada salah , dari ada di dalam kandugan sampai sekarang .
Terima kasih bu, telah merawatku dari kecil sampai besar seperti ini .
Terima kasih lagi juga , sudah menyekolahkanku di SDIT Nurul fikri yang Islam .
Ibu aku minta maaf lagi jika aku pernah berkata kasar , marah-marah , atau bentak-bentak ibu .
Ibu pada hari Rabu kemarin aku bikin surat untuk ibu , waktu pelajaran komputer .
Bu sekali lagi aku minta maaf , jika disururuh aku mebantah dan aku berjanji , berjanji aku tidak akan berkata seperti itu lagi.
Aku akan mennepati janjiku ini .
Semoga ibu senang membaca suratku ini .
Oya bu aku mau mengucapin terima kasih lagi telah merawatku , jika ku bangun menangis ibu selalu bangun dan tak mengeluh untuk menghiburku , ibu selalu memberi yang ku mau .
Terima kasih bu atas yang ibu selama ini untukku .


Semoga Alllah membalas kebaikan ibu selama ini , bukan hanya kebaikan ibu kepadaku juga kepada orang lain .
selamat hari ibu

I LOVE U MOM

Dari: Ais




Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.....

Untuk Ibuku yang aku sayangi, terimakasih ya...engkau telah merawat ku sejak kecil sampai aku menjadi seperti ini. aku takkan pernah bisa jadi begini tanpamu, kasih sayangmu untukku tak akan pernah terbalas oleh apapun....

Maafkan aku Ibu...jika aku berbuat salah ataupun melanggar perintahmu. Maafkan aku bila selama ini telah menyakiti hatimu. Dikala aku sakit kau selalu menungguku sampai ku sembuh

Terimakasih oh Ibuku...


Wassalmu alaikum

dari anakmu
Deva


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...