"Kita tidak bisa mengubah asal kita, tapi kita bisa mengubah cara pikir kita"
"Seandainya saya dilahirkan 100 tahun dari sekarang, saya yakin, akan banyak yang berjuang bersama saya"
(Kartini)
cover film 'Surat cinta untuk Kartini' |
Surat Cinta untuk Kartini
Anak-anak riuh, ketika Bu Guru cantik itu hendak memulai ceritanya. Bosan, cerita pahlawan tidak menarik menurut mereka. Sebagian dari mereka cemberut, sebagian lagi memprotes dengan bahasa kanak mereka. Pak Rangga, mengintip dari jendela, lalu masuk kelas menyelamatkan situasi. Dengan sketsa lukisan sepeda onthel dan seorang laki-laki bertopi di sampingnya, Pak Rangga menghipnotis anak-anak. Mereka menarik sudut bibir membentuk lengkung senyuman lebar, dan sorot mata penasaran.
Tatapan anak-anak pada sketsa lukisan itu, membawa khayalan mereka pada sebuah cerita bak negeri dongeng tentang seorang tukang pos dan seorang putri ningrat bernama Kartini. Pak Rangga memulai ceritanya.
Sarwadi nama tukang pos itu. Kayuhan sepedanya adalah kayuhan semangat. Surat-surat yang dibawanya, salah satunya mengantarkan dirinya pada seorang putri priyayi yang anggun dan memesona di matanya. Dia hanya bisa memandang dari jauh, keanggunan dan kecantikannya.
Semakin sering Sarwadi mengantar surat-surat itu, semakin jatuh hati dibuatnya. Ndoro Ajeng Kartini, perempuan yang membuat hati Sarwadi seorang duda beranak satu dengan penampilan lugu, berbunga-bunga. Saat Sarwadi mengantar surat-surat untuk Kartini, saat itulah semakin kagum. Kagum pada pemikiran-pemikiran Kartini, dan terperangah dengan cinta-cita tingginya untuk kaum perempuan bangsanya.
Sejak itu Sarwadi berubah. Ia memandang Ningrum, anak perempuan kecilnya, lalu dengan semangat bercerita tentang apa yang harus dikejar dan dicapai oleh anak perempuan seperti Ningrum. "Kamu harus belajar pada Ndoro Ajeng, biar kamu pandai dan ndak cepat kawin," cerocos Sarwadi dengan nada berapi, yang membuat Ningrum heran. Bukannya bapaknya sebelunya selalu menasehati, agar Ningrum cepat kawin dan memberi cucu?
Di pinggir sungai yang jernih dan teduh, Kartini dan dua saudara perempuannya Rukmini dan Kardinah riang menunggu murid-muridnya. Ningrum adalah murid pertamanya. Sementara anak-anak perempuan lainnya, masih dilarang untuk belajar dan menjadi pandai.
Kegigihan Kartini membuahkan hasil, ketika kaki-kaki kecil berlarian menuruni bukit menuju tepi sungai untuk belajar. Senyum Kartini merekah, cinta Sarwadi pun semakin mekar. Cita-cita Kartini untuk belajar ke Batavia ataupun mengambil beasiswa ke Belanda pupus, tapi Kartini masih bisa tersenyum bahagia, karena Romonya merestui, membuka sekolah untuk perempuan. Kini ia tidak mau lagi dipanggil Ndoro Ajeng, "Panggil aku Ibu Kartini."
Tapi senyum Sarwadi tak bertahan lama, ketika ia melihat raut muka Kartini pucat, dengan tatapan mata kosong. Waktunya telah tiba. Sekuat dan segudang alasan yang diungkapkan Kartini pada Romonya, tak bisa mengubah keputusan itu. Menikah dan memupus semua cita-cita yang sedang ia perjuangkan untuk kaumnya.
Hati Sarwadi sangat hancur mendengar kabar itu. Surat Cinta untuk Kartini yang ditulisnya dengan hati berbunga, tak pernah sampai. Apa yang diperjuangkan oleh Sarwadi? Dan Bagaimana kisah cinta Sarwadi pada Ndoro Ajeng pujaannya itu? Bagaimana reaksi para bocah itu setelah mendengar cerita tukang pos pengantar surat untuk Kartini?
***
Hmm.... tarik napas dulu. Penasaran kaaan... ? Jika penasaran ingin menyaksikan kisah cinta Sarwadi dengan surat-surat yang dikirimnya, saksikan saja filmnya di bioskop di seluruh Indonesia, serentak tayang tanggal 21 April 2016 :)
Saya berkesempatan melihat special screening film ini di Blitz Marvell Surabaya, 20 April 2016 lalu. Nobar bersama para artis pendukung dan sutradara film ini, Azhar Kinoi Lubis. Yang istimewa, karena beberapa pemeran adalah talent asli Surabaya, yaitu Rania Putri Sari yang berperan sebagai Kartini dan Mbok Tun yang berperan sebagai Budhe Dewi pengasuh Kartini. Sebagai apresiasi pada karya anak negeri, terutama warga Surabaya, acara nobar kemarin pun dihadiri oleh Ibu Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, dan Ibu Kapolda Jatim Anton Setiadji.
Rania, Mbok tun bersama Ibu Wagub dan Ibu Kapolda |
Sayang saya tidak bisa mengikuti hingga acara meet & greet dengan para pemain dan pendukung film ini. Biasa alasan klasik, karena hari sudah masuk maghrib dan saya harus segera sampai di rumah. Padahal pingin banget menyaksikan Gio Idol dengan suara seraknya menyanyikan soundtrack film ini. Langsung jatuh cinta deh sama ost film ini.
Review :
Judul Film : Surat Cinta untuk Kartini
Sutradara : Azhar Kinoi Lubis
Penulis Skenario : Vera Varidia
Produser : Lukman Sardi
Pemain : Chicco Jerikho, Rania Putri Sari, Lukman Sardi, Keke Harun, Ayu Dyah Pasha
Produksi : MNC Picture
Awalnya waktu menonton film ini, saya sudah under estimate, paling ceritanya seperti biografi Kartini yang sudah pernah saya baca. Yang bikin penasaran sangat, ya sosok tukang pos itu. Ternyata prediksi saya salah. Meskipun openingnya bak adegan sinetron gitu, tapi alur cerita selanjutnya tidak mengecewakan. Saya akan merangkum beberapa fakta ala-ala yang saya simpulkan setelah menonton film ini. Monggo disimak :)
- Film ini bukan film biografi Kartini yang bercerita dari lahir hingga wafat. Kenyataannya yang bikin saya ngacungin jempol, film ini adalah film fiksi, dengan menghadirkan sosok imajinasi bernama Sarwadi, seorang tukang pos pengantar surat yang jatuh cinta pada Kartini.
- Waahh... film ini mengacaukan sejarah dong! Eits jangan keburu sewot. Justru ini sisi cerdas dari film ini menurut saya. Fiksi tapi nggak ngasal. Kan memang pasti ada dong sosok tukang pos pada masa Kartini. Bukannya Kartini suka sekali berkirim surat pada sahabat-sahabatnya. Nah dari sudut pandang tukang pos inilah cerita tentang sosok Kartini mengalir.
- Karena ini film drama, dipastikan alurnya lambat, bagi yang hoby nonton film eksen atau super hero pasti akan ngantuk. Saya juga agak-agak ngantuk hihi. Tapi terselamatkan dengan settingnya yang apik, jadi melek lagi memandang pantai dengan debur ombak, hamparan sawah hijau, sungai yang jernih dan gaya berpakaian dan kehidupan masyarakatnya kala itu.
- Melihat settingnya, saya pikir itu beneran di Jepara. Ternyata kata Bang Kinoi saat bercerita setelah film usai, settingnya diambil di sekitar Yogyakarta. Tepatnya di sekitar Klaten, Gunung Kidul dan Colomadu. Kenapa? Karena di Jepara bangunan kotanya sudah banyak yang modern, jadi sudah tidak pas lagi menggambarkan suasana Jepara tahun 1900 an.
- Wajah para pemainnya fresh, banyak muncul talent baru seperti Rania Putri Sari, mahasiswi Universitas Ciputra Surabaya yang berperan sebagai Kartini, juga Crystabelle yang berperan sebagai Ningrum. Paling enggak ada usaha regenerasi untuk wajah-wajah perfilman Indonesia yang akan datang.
- Biasanya, saya melihat Chicco Jericho tampil klimis, kekinian dengan ganteng maksimalnya itu, di film ini Chicco tampi all out dengan tampang 'Ndeso' mulai dari gaya rambut, pakaian, gaya jalan dan bahasa tubuhnya bener-bener 'Ndeso', dan bahasa medhoknya :D
Nah itulah fakta ala-ala saya di film ini. Seandainya di film ini lebih menonjolkan lagi adegan Kartini yang suka belajar, suka berpikir, dan bertanya (termasuk belajar tentang agama yang dianutnya) tentunya lebih bagus. Merasa kurang dialog yang berisi quotes-quotes penuh makna dari Kartini.*dikeplak bang Kinoi Secara keseluruhan, film ini cukup layak untuk ditonton. Terutama bagi anak-anak muda yang biasanya males nonton film bertema sejarah. Karena dibungkus cerita fiksi percintaan, bakalan semangat nontonnya :D
Selamat Menonton
Door Duisternis Tot Licht
'Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari KEGELAPAN kepada CAHAYA' (Q.S Al-Baqarah:257)
ttp kmestrinya dpt aadc yg prtama
ReplyDeletepnasaran mau nonton filmnya
ReplyDelete