Friday, 11 March 2016

Sholat Kusuf Pertama, Ajang Muhasabah Diri


Meskipun sudah dua hari berlalu tapi ketakjuban masih juga belum berlalu dari benak. Dari kemarin mau langsung mendokumentasikan cerita tentang GMT 2016 tertunda terus. Sayang jika tidak saya rekam di sini, peristiwa langka yang baru terulang kembali di suatu tempat sekitar 350 tahun lagi.

sumber  www.sindonews.com  

Saya  sangat bersyukur, ini adalah kali kedua saya mengalami GMT. Tahun 1983 saat saya masih kelas 4 SD, saya sempat mengalami keriuhan ketika Allah menampakkan kekuasaan-Nya lewat peristiwa GMT. Bedanya, dulu, saya dan adik-adik bahkan hampir semua orang dewasa diliputi perasaan takut dan cemas. Bagaimana nggak takut, berbagai cerita mitos diembuskan. Yang katanya matahari dimakan raksasa lah, Betara Kalla sedang marah lah, apalagi yang paling menakutkan menjadi 'buta' jika melihat matahari. 


Suasana langit saat perlahan jernih kembali

Jadi, saat peristiwa itu terjadi, kami malah menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Sama sekali tidak berani keluar rumah. Bahkan saking penasaran, ingin melihat pantulan di baskom berisi air pun nggak berani.  Perbedaan yang sangat mencolok dengan peristiwa GMT  33 tahun kemudian, di tahun 2016 ini. Orang-orang malah beramai-ramai nobar di titik-titik tertentu. Dan yang lebih membahagiakan, dengan penyebaran informasi lewat berbagai media, pelaksanaan sholat gerhana matahari beserta tatacaranya juga tersosialisasi dengan cepat.



Padahal dulu di tahun 1983, saya tidak mendengar himbauan untuk sholat Kusuf berjamaah di masjid-masjid. Jangankan pergi ke masjid, mengintip dari jendela saja nggak berani. Jadi, tangal 9 Maret 2016 kemarin adalah pengalaman sholat Kusuf pertama bagi saya. 

Suasana selesai sholat, bergantian mengintip Gerhana

Meskipun di Surabaya dan sekitarnya, hanya bisa menikmati GMS (Gerhana Matahari Sebagian, sekitar 86%)  tapi kiriman foto dan video dari teman-teman, juga yang tersebar di internet membuat merinding, dan mengetarkan hati. Saya melihat foto dan video kiriman teman, dimana suasana mulai redup, saat perlahan bayangan bulan menutup matahari hingga benar-benar tertutup penuh, menjadi bulatan hitam. Dan suasana menjadi gelap seperti malam untuk beberapa menit. Pekikan takbir, dan pujian kepada sang Maha Karya terdengar bersahutan. 


 Aisyah lagi  asik mengintip Gerhana
Meskipun saya tidak bisa menyaksikan GMT, tapi selepas sholat Kusuf, di Masjid An-Nur lingkungan perumahan kami menyediakan alat sederhana dari potongan klise foto rontgen yang ditempel di selembar kertas. Dengan alat itu, saya bisa mengintip ketika perlahan bulatan hitam menutup bola cahaya matahari hingga menyisakan sebilah sabit keemasan. MasyaAllah, Allahu Akbar... tak terasa air mata menetes.  


Koran Sindo 10 Maret 2016

Saya berpikir sejenak, seandainya Allah memerintahkan bulan untuk tetap berdiam seperti itu selama sehari dua hari atau beberapa menit atau jam lebih lama dari waktu yang diprediksi ilmu manusia. Tentunya jagad bumi akan riuh heboh. 

Jadi sangat mudah bagi Allah untuk membuat planet-planet, galaksi, dan sistem tata surya bergeser atau saling bertabrakan karena keluar dari garis edarnya masing-masing. Betapa manusia bagaibutiran debu yang melayang berterbangan. Semoga saya tidak mengalami peristiwa itu.

Karena itu, hukumnya sunnah muakkad melaksanakan sholat Kusuf. Bukan berarti kita memperingati, atau menyembah gerhana, matahari atau bulan, tapi kita tunduk, sujud menyembah Dzat Maha Perkasa dan Maha Besar di balik peristiwa itu. Karena itu sepanjang terjadinya gerhana, dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, taubat, dan doa. 


Jika Allah memberikan saya umur hingga 33 tahun ke depan, di tahun 2049 peristiwa GMT akan kembali hadir entah melewati belahan bumi bagian mana.

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...