Sebenarnya sejak pulang mudik
kemarin pingin menuliskan ini. Tapi terkendala banyak hal, terutama rasa malas,
jadilah baru saya tulis sekarang.
Suasana di dalam kereta mudik gratis :)) |
Lebaran selalu dinanti setiap kaum
muslim. Apalagi di Indonesia yang terkenal dengan tradisi mudiknya. Dan saya
merasa tradisi mudik ini adalah tradisi paling indonesia, saat Hari Raya
menjelang. Dimana hampir semua orang berbondong-bondong menuju suatu titik.
Yaitu tempat tumpah darah masing-masing, maupun tempat asal mereka masing-masing.
Dimana di sana tinggal kedua orang tua, atau para kerabat yang dituakan.
Rasanya kurang lengkap lebaran tanpa mudik. Merayakan lebaran di tanah rantau,
jauh dari saudara dan kerabat serasa hampa. Meskipun makna lebaran tak
berkurang walau tanpa disertai ritual mudik, tetap saja ada ruang kecil yang
senyap di hati.
Suasana Silaturahmi Kel. besar H.Muhdhori Hj.Murochmi |
Nah, saya pun demikian. Meski
sekarang agenda mudik saya tidak sepanjang dulu. Sejak Bapak dan Mama
meninggal, tidak setiap tahun saya mudik ke Tegal. Karena sebagian keluarga besar
dari Mama tinggal di Jawa Timur, Surabaya dan sekitarnya. Jadi saya hanya mudik
ke Madiun, rumah Bapak dan Ibu mertua.
lebaran bertema batik |
Tahun ini, karena Hari Raya jatuh
berbarengan dengan tahun pejaran baru dan kebetulan pas Kakak juga masuk SMP,
jadilah kami berpikir ulang untuk rencana mudik. Apa hubungannya? Jelas dong
ada hubungannya. Masalah budget tentu saja. Kebetulan juga, acar halal bi halal
keluarga besar Mbah, orang tua Mama, juga diadakan di Surabaya, jadilah semua
adik-adik, sepupu, keponakan, bulik,om, budhe, pakdhe semua berkumpul di
Surabaya.
Dan si Ayah, paling malas kalau
harus berdesak-desak dan bermace-macetan di jalan. Apalagi sejak awal puasa badan juga agak
kurang fit. Sekitar sebulan yang lalu juga sudah habis liburan, Ayah mengusulkan untuk pulang tidak usah pas lebaran, nunggu seminggu
sesudahnya saja. Tapi saya kok merasa nggak rela kalau lebaran hanya berdiam di
Surabaya, dan nggak tega mengecewakan Bapak dan Ibu yang tentunya sudah
menunggu-nunggu kami.
Sejak awal puasa, tiket kereta api
sudah ludes. Padahal harganya menjadi selangit saat lebaran, tarif pun
menggunakan tarif batas atas. Meskipun kami turun di Madiun, kami tetap harus
membayar tiket sampai Jogja . Wahhh ... betul-betul bikin kantong yang sedang kembang kempis
tambah menangis. Mau naik bis rasanya nggak membayangkan kerepotannya.
Berebutan dan berdesakan di terminal. Rencananya mau barengan sama adik saja
yang mudik ke rumah mertua di Nganjuk, lumayan kan si Ayah nggak perlu nyupir
sendiri. Eehh ... ternyata dia nggak mudik. Repot dan malas karena baru punya
bayi. Mobil pun sudah laku, dari pada ngendon, sudah di
sekolahkan biar pinter hehe.
Banyak teman-teman kantor sudah siap
dengan tiketnya masing-masing. Bahkan kebanyakan, karena pulang mudik di
sekitar Jawa Timur, mereka sudah sejak lama mengurus mudik gratis. Mendengar
cerita mereka, yang heboh ada yang dapat
bingkisan, jaket, dan lain sebagainya tergantung instansi penyelenggaranya,
jadi pingin merasakan mudik gratis juga. Tapi malas juga kalau naik bis, karena
waktunya pasti sebelum liburan resmi dan kami pun harus melewati lebaran kumpul
dengan keluarga besar di Surabaya terleih dahulu. Anak-anak pun inginnya naik kereta.
Ya... kayaknya mudik gratis dengan kereta api hanya impian deh.
Ditengah kebingungan dan ketidakpastian, dua hari sebelum libur, dan H-3
sebelum lebaran, dapat kabar dari teman yang iseng browsing. “Mbak, Dishub dan PT.KAI ,
ngadain mudik gratis pakai kereta api loh! Waktunya juga panjang bisa memilih
hari, karena setiap hari ada sampai tanggal 27 Agustus. Dan kayaknya kurang
sosialisasi deh, wong penumpangnya kemarin aja cuma 5 orang untuk kereta dengan
kapasitas 300 orang,” kata teman saya penuh semangat.
Tadinya saya ragu-ragu, kuatir antri, desak-desakan dan sebagainya. Tahu
sendiri kan, namanya sesuatu yang gratis di negeri ini pasti bakalan jadi
rebutan. Tapi dari pada tidak mudik, akhirnya saya meminta tolong si Ayah untuk
mencoba. Si Ayah pun cek dan ricek informasi itu dengan browsing di internet.
Ternyata, tidak seperti yang saya bayangkan. Di stasiun tidak sampai
antri berjubel. Syaratnya pun sangat mudah, hanya fotocopy KTP sebanyak tiket
yang dipesan. Karena kami berempat, jadi si Ayah fotocopy KTP 4 lembar..
Saat saya dikabari sudah dapat tiket mudik gratis, dan itu dengan kereta
api, rasanya pingin bilang “WOW” .
Sebagai ibu rumah tangga jelas saya sangat diuntungkan, kepala saya
langsung berputar-putar menghitung berapa biaya yang bisa saya hemat.
Alhamdulillah... sesungguhnya setelah
kesusahan selalu ada kemudahan.
Malam takbir dan lebaran kami lewati di Surabaya. Kumpul di rumah bulik,
adek Mama yang nomor tujuh. (Mama delapan bersaudara, dan hanya Mama yang
tinggal di Tegal menemani Mbah) Meskipun tetap merindukan suasana lebaran
seperti dulu di Tegal, tapi paling tidak kami bisa berkumpul keluarga, dan yang
membuat soul lebaran tidak hilang, malam takbiran kami sudah sibuk di dapur
membuat ketupat, opor, dan sambel goreng hati. Hidangan khas lebaran.
Acara kumpul keluarga pun berjalan meriah. Hampir semua bisa hadir, hanya
beberapa yang absen karena menjalankan tugas negara dan tidak bisa mengambil
cuti lebaran. Dari dua orang sekarang telah berkembang menjadi hampir 150 orang
mulai dari anak, menantu, cucu, hingga buyut. Kalau sudah kumpul begini, yang
ada hanya saling cerita, makan, dan saling terbengong-bengong. Melihat
keponakan-keponakan yang dulu pernah digendong-gendong sekarang sudah pada
beranjak remaja. Bahkan beberapa keponakan yang sudah menikah membuat kami pada
protes, karena membuat kami mendadak dipanggil Eyang :D
bermunculan anggota keluarga baru :) |
Kembali ke cerita mudik gratis. Besoknya, hari kedua lebaran, kami menuju
stasiun Gubeng diantar oleh seorang keponakan. Di jalan, saya masih ragu.
Membayangkan kondisi kereta yang disediakan untuk angkutan mudik gratis itu.
Jangan-jangan kereta kumuh yang bau dengan tempat duduk di pinggirnya yang
berhadap-hadapan, berdesakan dipenuhi orang berdiri bergelantungan. Tapi saya
tidak berani mengeluhkan kekhawatiran pada si Ayah. Khawatir nanti malah kena
semprot hehe “Wong gratis kok minta enak. Kalau pingin enak ya naik Sancaka
aja!”
Sebelumnya, datang kereta Sancaka lebaran. Ternyata jubelan penumpang
tadi adalah para calon penumpang Sancaka. Saya menunggu dengan penasaran kereta
mudik gratis itu. Saat diumumkan telah masuk kereta (saya lupa namanya) di jalur
dua, yang ternyata kereta mudik gratis itu. Kami berempat segera beranjak dari
tempat duduk di ruang tunggu. Terlihat sebuah kereta melintas. Body kereta
masih terlihat mengkilap. Kami segera naik. Penumpangnya pun ternyata tidak
berjejalan, seperti kereta Sancaka sebelumnya.
Saat masuk ke dalamnya, kami pun tidak berebutan tempat duduk. Meski
tiket tidak ada nomor tempat duduknya, kami semua kebagian tempat duduk. Dan
apa yang saya khawatirkan sebelumnya ternyata tidak terjadi. Kursi kereta
menghadap ke depan semua, ada pula yang berhadapan. Jok empuknya masih
terbungkus plastik transparan. Kondisinya benar-benar bersih, dan jauh dari
kesan kumuh dan bau tak sedap. Dilengkapi pula dengan toilet yang bersih dengan
air yang mengalir. Pokoknya benar-benar perjalanan mudik yang nyaman. Oh ya,
alat pengatur suhunya juga masih sangat bagus, hingga hampir sebagian
penumpang kedinginan.
Meskipun tetap saja, kereta yang kami tumpangi harus mengalah pada
kereta-kereta cepat yang mendahului, dan harus berhenti di setiap stasiun yang
dilewati. Tapi karena suasana yang
nyaman, jadi tidak terasa. Yang ada suasana gembira seperti piknik keluarga.
Anak-anak pun tertawa bahagia bebas dari rasa pusing dan mual. Dan yang
terpenting bebas macet :)
Alhamdulillah …
setelah hampir enam jam kami tiba di stasiun Madiun (kalau perjalanan normal
naik kendaraan pribadi tanpa macet paling lama 3,5 jam)
Dan perjalanan mudik gratis ini menjadi cerita menarik saat kami
silaturahmi, berkunjung ke rumah saudara. Dan serunya, banyak saudara suami yang minta tolong di daftarkan untuk ikut
pulang mudik gratis :D Ucapan syukur juga tak pernah lepas dari bibir dan hati
saya, mendengar cerita banyak kerabat yang terjebak kemacetan hingga berjam-jam
di perjalanan. Bahkan ada kerabat , perjalanan yang biasa ditempuh 4 sampai 5
jam menjadi 12 jam .
Pulangnya pun kami kembali ikut mudik gratis kereta api. Benar-benar
lebaran yang murah, meriah dan tentunya penuh berkah tahun ini. Semoga tahun
depan kereta mudik gratis masih diperlakukan, dan tetap terjaga kenyamanannya.
Kalau tak ada rencana untuk keliling ke luar kota tentunya saya lebih memilih ikut mudik gratis (kereta api) murah meriah
dan nggak capek jadi kernet nemani pak supir ^_^
*Tulisan ini diikutsertakan dalam kontes kenangan Bunda Sumiyati
Wah ... kalo rezeki ga kemana mbak, sip mudik gratis membawa berkah, amin, terima kasih sudah tercatat sebagai peserta kontes kenangan :)
ReplyDeletesik bgt bs mudik secara gratis mbak :)
ReplyDelete