Dinding bisa berbicara dan mendengar, tapi dia
tak bisa membaca. Kata-kata itulah yang sering kupakai sebagai
alasan, saat aku begitu rajin menulis diary. Semua unek-unek, semua
perasaan bahagia, sedih, marah, tumpah ruah di sana. Aku lega,
ketika aku bisa menuliskan semuanya, tanpa aku membocorkan setetespun
rahasiaku pada orang lain. *Sttt ... aku lebih memilih menjadi telinga yang baik, rajin menabung dan tidak sombong :))
Seringkali kita stress dengan segala masalah hidup
yang kita hadapi. Stress adalah kata yang tidak asing lagi.
Mulai anak-anak hingga orang dewasa, pernah mengalaminya. Apalagi di
jaman yang banyak orang menyebutnya sebagai jaman edan. Stress
menjadi penyakit yang sudah jamak menghinggapi kita.
Ada salah satu cara mudah yang dapat dilakukan untuk mengusir stress,
minimal mengurangi tingkat stress. “Menulis.” Ya, dengan
menuliskan isi hati, pikiran, dan perasaan yang dialami ketika
seseorang dalam kondisi stres , ternyata berpengaruh positif bagi
pemulihan perasaan, pikiran, dan kebugaran tubuh. Ini dibuktikan
dengan riset yang dilakukan oleh seorang ahli psikologi James W.
Pennebaker , bahwa secara intuitif , menulis adalah metode yang tepat
untuk memahami dan memecahkan gejolak pribadi. Masalah-masalah yang
tampaknya sangat berat, mencemaskan ,menyedihkan menjadi lebih bisa
diatasi dan dikelola setelah dituliskan di kertas.
Sebab, banyak diantara kita yang memendam beban berat tanpa bisa
berbagi pada orang lain, mungkin karena memang kita tidak ingin
masalahnya diketahui orang lain, atau karena tidak ada orang yang
bisa kita ajak untuk berbagi cerita. Jika kita mengalaminya,
menulislah.
Kita tidak perlu memikirkan sistematika penulisan, yang penting
tuliskan segala apa yang ingin kita keluarkan. Rasa sedih , marah,
takut kita tuangkan semua. Bicara lewat tulisan lebih nyaman, karena
kertas tidak akan protes dengan apapun yang kita tulis. Kertas akan
menerima dengan pasrah apapun yang kita coretkan. Mungkin sekarang,
fungsi kertas sudah digantikan oleh laptop, atau HP. Apalagi di era serba digital begini, apapun
medianya, yang penting menulislah.
Maka,
setelah tulisan tersebut kita baca kembali , beban atau masalah yang
sedang kita alami akan terasa lebih ringan. Dan yang lebih penting ,
perasaan dan pikiran akan sehat kembali. Bahkan mungkin setelah kita
baca berulang tulisan kita sendiri, kita akan menemukan jalan keluar
dari masalah yang sedang kita hadapi.
Eh,
sering lhoh! Aku ketawa-ketiwi geje, atau mendadak berurai air mata
saat membaca tulisanku kembali setelah beberapa waktu berselang. Bernostalgia lewat sebuah tulisan asik juga. Coba saja kalau nggak percaya. :)
Menulislah ... karena
menulis itu menyembuhkan. Tidak hanya menyembuhkan kita sebagai
penulis, tapi akan menyembuhkan banyak orang, ketika kita membagi
tulisan yang bermanfaat.
Kini aku menulis, tidak hanya untuk menyembuhkan diriku sendiri. Aku
menulis untuk berbagi jejak kebaikan, menyembuhkan banyak orang yang
terinspirasi dan terobati dengan tulisanku. *ehh ... serius amat ya
ngomongnya :D
Cobalah, dan buktikan sendiri.
Jadi, tunggu apa lagi, menulislah
apapun itu. Jika kita merasa tulisan itu sampah tak berguna, simpan
saja. Tapi jika merasa tulisan kita bermanfaat berbagilah.
Rumah
hijau, 03113092011
(versi asli sebelum di edit untuk ngelamar jadi anggota FLP Sidoarjo :P)
NB:
Karena sekarang sudah nggak musim lagi nulis di kertas, sah-sah saja
kok membuang semua sampah uneg-uneg mu dalam tulisan di blog. Dan
jika merasa itu sampah yang tidak bisa di daur ulang, ga bisa
dipungut untuk dimanfaatkan kembali, setting aja blogmu menjadi
rahasia. Beres kan ? ^_* Atau, kalau punya lebih dari satu alamat imel, tulis unek-unek di imel, kirim deh ke alamat imel satunya. Nanti pas buka imel itu, baca surat kita sendiri pasti akan ketawa-ketiwi geje :D
No comments:
Post a Comment