“Ra, aku akan melamarmu pada kedua orang tuamu?” tanyaku memecah sunyi.
Sesaat kau hanya menunduk dan terdiam, tak sepatah katapun keluar dari
bibir mu. Aku tahu, diammu bukan berarti ya, diammu adalah
kebimbangan..
“Maaf El, aku belum siap.”
“Apa yang kau tunggu Ra, aku serius untuk menikahimu.”
“Beri aku waktu El, kalau kau tidak bisa menunggu, biarlah aku melepasmu”
Akhirnya senja ini, kita sepakat untuk mengisi hidup kita
masing-masing. Wajar jika kau masih ragu untuk menikah denganku.
Usiaku yang tiga tahun lebih muda dan kondisi ekonomiku yang belum mapan pasti
menjadi pertimbangan terbesarmu untuk menerima lamaranku. Tak bisa aku
meyakinkanmu jika Allah akan mencukupkan rezeki bagi orang yang menikah.
Bapak dan ibu tidak bisa berkompromi lagi, usahaku mengulur-ngulur
waktu sudah sampai pada ujungnya. Waktu satu bulan yang aku berikan
pada bapak hampir berakhir, dan aku masih berharap Almira menyampaikan
kabar gembira, bersedia menerima lamaranku.
“Eldi,
bapak dan ibu sudah tua, kami hanya ingin melihatmu menikah. Kalau kau
belum juga mengajak bapak untuk melamar gadis pilihanmu, bapak sendiri
yang akan melamarkan seorang gadis pilihan bapak untukmu”
“Glekk,” aku hanya bisa menelan ludah. Hari
gini aku harus menerima
untuk dijodohkan? Tapi memandang wajah Bapak yang semakin layu diterpa
usia, dengan gurat-gurat kelelahan membayangi wajah yang masih
menyisakan kegagahan masa mudanya, sungguh aku tak kuasa menolak.
Akhirnya, aku menerima gadis yang dipilihkan bapak. Proses ta’aruf
cukup singkat dan semua dimudahkan oleh Allah. Setelah keluargaku resmi
melamar, dalam dua minggu aku pontang-panting mengurus semua persiapan
pernikahan.
Mungkin semua orang yang mengetahui
hubunganku dengan Rara akan berpikir aku telah meninggalkannya untuk
menikah dengan gadis lain. Dan bisa dipastikan mereka semua akan
terkejut saat menerima undangan . Mungkin mereka akan menganggap
undangannya salah cetak, karena bukan nama Rara yang bersanding dengan
namaku, tapi nama Nisa gadis sederhana pilihan orang tuaku.
Biarlah…aku tak peduli, karena aku percaya cinta yang benar akan
menemukan jalannya, dan jalan cinta antara dua orang berbeda jenis
adalah pernikahan.
***
Hari ini aku bahagia, aku ucapkan
lafaz cinta
dihadapan penghulu dengan disaksikan semua keluarga dan kerabat .
Kulihat senyum tak pernah lepas dari wajah Bapak dan Ibu, bahagia juga
menjalari seluruh bilik dan ruang hatiku.
“Semoga lafaz cintaku tidak di atas lukamu Ra ,” hatiku berucap lirih.
***
Di
dalam sebuah kamar, seorang gadis menggenggam sebuah undangan perak,
hatinya gerimis, sudut matanya mulai hangat dialiri embun bening yang
sudah berat tergantung disana.
“Semoga berkah Allah selalu terlimpah untukmu El.”
Rumah Hijau, 03119022011
FF lama yang batal dikirim untuk lomba karena nyangkut imelnya :D dari pada cuma nampang aku ikutkan di giveaway
Elfarizi 4 th anniversary KATEGORI: FIKSI MINI (kayaknya sekitar 400 kata deh ini )