Thursday 5 July 2012

Illumination of 6th Grade

 Catatan kecil,  saat menerima undangan doa bersama menjelang unas.

 Illumination of 6th Grade

25 April, 2012

Disinilah perjalanan ruhiah sekelompok anak manusia dimulai
Mencari hakikat penghambaan kepada Dzat yang Esa
Menguatkan hati untuk selalu istiqomah
Disinilah canda, tawa, dan tangis mewarnai
Melapangkan dada atas segala perbedaan
Mengikhlaskan atas luka yang tiada sengaja terlukis di hati
Disinilah sebentuk persaudaraan teruntai
Tiada memandang siapa dia dan siapa saya
Karena kita sama dihadapan Allah kecuali taqwa
Disinilah seuntai ukhuwah terajut
Saling menguatkan dalam keimanan dan kecintaan akan prestasi kebaikan
Disinilah semua itu berawal
Di kelas 6 ....
Inilah kami, sekelompok generasi muda yang meniti jalan prestasi
Inilah kami, sekelompok generasi muda yang senantiasa berusaha tuk istiqamah
Inilah kami, yang berusaha memberikan yang terbaik dari apa yang kami punya
Saling menyayangi dan menyemangati dalam suka dan duka
Karena kami dipertemukan oleh Allah
Dan tumbuh oleh rasa saling mencintai hanya karena Allah semata

Inilah kami...Sholih Sholihah kelas 6

*Teruntuk Ayah Bunda
Kehadiran-mu sangat berarti
bagi kami ....

Sidoarjo, 26 April 2011

Terharuuu ... baca undangan ini.

***
Tak terasa 6 tahun hampir mencapai ujungnya
Rasanya baru kemarin, seragam TK berganti merah putih
Kini, kau dan mereka sudah remaja.
Menjadi Sholih Sholihah harapan, yang berprestasi dan berakhlak terpuji
Selamat menapak dan melewati pintu gerbang pertama Nak....
Ini bukan akhir, tapi awal perjuangan panjang meraih mimpi
Menjadi generasi rabbani berprestasi

Selamat melewati hari-hari ujian
Doa Ayah dan Bunda selalu mengiringi setiap langkah-mu


*teruntuk mb Deva dan semua Sholih Sholihah SDIT Nurul Fikri, selamat menempuh Unas plus plus plus :). Bismillah... Kalian pasti bisa!
Wednesday 13 June 2012

Mangkuk Macaroni Ala Ais


Mangkuk makaroni ala Ais :

Anak-anak nih kalau disuruh makan sayur kan agak-agak susah tuh. Nah, ini cemilan ala Aisya yang layak dicoba. Biar makan sayur tetap asik :)

Bahan-bahan :
  • 100 grm macaroni rebus dengan +/- 1 liter air. Tambahkan sedikitminyak + garam .tiriskan
  •  wortel 1 bh iris dadu kecil
  • brokoli pot per kuntum,rebus sebentar.
  • daging cincang / daging asap/ sosis (iris sesuka selera) 
  • susu cair 1 gelas
  • terigu 1 sdm
  • 1 butir telur
Bumbu :
  •  merica halus,pala, bwng putih 1 siung (cincang), 1/2 bh bawang bombay cincang.
  •  garam dan gula secukupnya
     Keju parut secukupnya sesuai selera.
  • Minyak/margarine secukupnya untuk menumis
Cara Membuat :

Panaskan minyak, tumis bawang bombay dan bawang utih hingga layu dan harum.
Masukkan daging cincang, sosis, atau daging asap. Tumis hingga berubah warna. Masukkan wortel. Masukkan tepung terigu, aduk hingga menggumpal.
Tuang susu cair, merica, pala, garam, gula,
Aduk hingga tercampur rata, dan rasanya pas.
Terakhir masukkan macaroni rebus.

Angkat, biarkan suhunya agak dingin. Masukkan telur, aduk rata.

Panaskan cetakan bola-bola. Oles sedikit minyak/margarine. Tuang adonan, jangan terlalu penuh. Sekitar 2/3 cetakan, tutup. Saat adonan hampr matang, letakkan kumtum brokoli rebus di atasnya, tutup sebentar.

Angkat dengan menggunakan tusukan sare, atau sutil kecil. Sajikan hangat-hangat dengan taburan keju dan saut tomat/sambel . Cocok sebagai cemilan di sore hari, sambil ngobrol ^___^




KARENA MENULIS ITU MENYEMBUHKAN



Dinding bisa berbicara dan mendengar, tapi dia tak bisa membaca. Kata-kata itulah yang sering kupakai sebagai alasan, saat aku begitu rajin menulis diary. Semua unek-unek, semua perasaan bahagia, sedih, marah, tumpah ruah di sana. Aku lega, ketika aku bisa menuliskan semuanya, tanpa aku membocorkan setetespun rahasiaku pada orang lain. *Sttt ... aku lebih memilih menjadi telinga yang baik, rajin menabung dan tidak sombong  :)) 
 
Seringkali kita stress dengan segala masalah hidup yang kita hadapi. Stress adalah kata yang tidak asing lagi. Mulai anak-anak hingga orang dewasa, pernah mengalaminya. Apalagi di jaman yang banyak orang menyebutnya sebagai jaman edan. Stress menjadi penyakit yang sudah jamak menghinggapi kita. 
Ada salah satu cara mudah yang dapat dilakukan untuk mengusir stress, minimal mengurangi tingkat stress. “Menulis.” Ya, dengan menuliskan isi hati, pikiran, dan perasaan yang dialami ketika seseorang dalam kondisi stres , ternyata berpengaruh positif bagi pemulihan perasaan, pikiran, dan kebugaran tubuh. Ini dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh seorang ahli psikologi James W. Pennebaker , bahwa secara intuitif , menulis adalah metode yang tepat untuk memahami dan memecahkan gejolak pribadi. Masalah-masalah yang tampaknya sangat berat, mencemaskan ,menyedihkan menjadi lebih bisa diatasi dan dikelola setelah dituliskan di kertas.

Sebab, banyak diantara kita yang memendam beban berat tanpa bisa berbagi pada orang lain, mungkin karena memang kita tidak ingin masalahnya diketahui orang lain, atau karena tidak ada orang yang bisa kita ajak untuk berbagi cerita. Jika kita mengalaminya, menulislah. 

Kita tidak perlu memikirkan sistematika penulisan, yang penting tuliskan segala apa yang ingin kita keluarkan. Rasa sedih , marah, takut kita tuangkan semua. Bicara lewat tulisan lebih nyaman, karena kertas tidak akan protes dengan apapun yang kita tulis. Kertas akan menerima dengan pasrah apapun yang kita coretkan. Mungkin sekarang, fungsi kertas sudah digantikan oleh laptop, atau HP. Apalagi di era serba digital begini, apapun medianya, yang penting menulislah. 

        Maka, setelah tulisan tersebut kita baca kembali , beban atau masalah yang sedang kita alami akan terasa lebih ringan. Dan yang lebih penting , perasaan dan pikiran akan sehat kembali. Bahkan mungkin setelah kita baca berulang tulisan kita sendiri, kita akan menemukan jalan keluar dari masalah yang sedang kita hadapi.

       Eh, sering lhoh! Aku ketawa-ketiwi geje, atau mendadak berurai air mata saat membaca tulisanku kembali setelah beberapa waktu berselang.  Bernostalgia lewat sebuah tulisan asik juga. Coba saja kalau nggak percaya. :) 

Menulislah ... karena menulis itu menyembuhkan. Tidak hanya menyembuhkan kita sebagai penulis, tapi akan menyembuhkan banyak orang, ketika kita membagi tulisan yang bermanfaat. 
 
Kini aku menulis, tidak hanya untuk menyembuhkan diriku sendiri. Aku menulis untuk berbagi jejak kebaikan, menyembuhkan banyak orang yang terinspirasi dan terobati dengan tulisanku. *ehh ... serius amat ya ngomongnya :D
Cobalah, dan buktikan sendiri. Jadi, tunggu apa lagi, menulislah apapun itu. Jika kita merasa tulisan itu sampah tak berguna, simpan saja. Tapi jika merasa tulisan kita bermanfaat berbagilah.

Rumah hijau, 03113092011
(versi asli sebelum di edit untuk ngelamar jadi anggota FLP Sidoarjo :P)

NB: Karena sekarang sudah nggak musim lagi nulis di kertas, sah-sah saja kok membuang semua sampah uneg-uneg mu dalam tulisan di blog. Dan jika merasa itu sampah yang tidak bisa di daur ulang, ga bisa dipungut untuk dimanfaatkan kembali, setting aja blogmu menjadi rahasia. Beres kan ?  ^_* Atau, kalau punya lebih dari satu alamat imel, tulis unek-unek di imel, kirim deh ke alamat imel satunya. Nanti pas buka imel itu, baca surat kita sendiri pasti akan ketawa-ketiwi geje :D 

KOK AKU NGGAK SAMA KAYAK RIO?


Sore itu Aisya sedang bermain di halaman depan, ketika tiba-tiba dia berlari tergesa mendekatiku yang masih sibuk bebenah rumah yang mirip kapal tumpah. 

           “Ibu, Rio enggak malu, pipis sambil berdiri di got depan.”

Rio belum sekolah, jadi belum diberitahu ustadzah kalau pipis harus di kamar mandi.”

 kataku menenangkan. Kupikir setelah itu Aisyah akan kembali bermain lagi. Ternyata perkiraanku keliru. Pertanyaan selanjutnya kembali meluncur dari bibir mungilnya. Dan membuat aku seperti biasa, salah tingkah, mati gaya mati kata, sambil berpikir mencari jawaban yang pas.

Titut-nya Rio kok nggak sama kayak punyaku sih?” tanya Aisyah penuh heran *Aisya mengenal dengan nama itu dari kebiasaan sekitarnya yang mengganti vokalnya untuk membedakan alat kelamin anak laki-laki. Perlahan mengenalkan dengan nama yang benar “v****a” saat dia dan kakaknya juga sering bertanya tentang alat reproduksi.* Karena kakaknya juga perempuan, melihat pemandangan di depan tadi pasti akan membuat dia terheran-heran.

Ya tentu beda dong. Adek kan perempuan, Rio laki-laki. Allah menciptakan perempuan dan laki-laki berbeda. Seperti Ayah dengan Ibu juga berbeda kan? Karena Ibu perempuan dan Ayah laki-laki.”

Aku sangat berharap semoga pertanyaan tidak berlanjut, membayangkan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya pasti akan membuat aku bingung menjelaskan seputar “sex eduction” dengan bahasa anak-anak yang mudah dimengerti tapi tidak membohongi.

“Titut itu aurat ya Bu… nggak sopan dan malu kalau kelihatan,” celotehnya lagi.

Aku mengangguk mengiyakan. Dan ternyata harapnku tak terkabul. Karena pertanyaan seputar alat reproduksi meluncur deras dari bibirnya. ^_^

*Celoteh Aisyah ketika masih di  TK*

Mengapa Dada-ku Rata


Malam itu di tengah-tengah belajar tiba-tiba terjadi obrolan yang sangat menarik diantara kami.Aku dan Deva
 
“Bu, mbak Bella temanku sudah mens, aku kok belum?” tanya kakak.

“Ohh... berarti mbak Bella sudah remaja, sudah bukan anak-anak lagi. Kakak nanti juga akan mengalaminya, dan masing-masing orang berbeda. Dulu Ibu juga pertama kali menstruasi umur 15 tahun.” kataku menjelaskan.

Rupanya beberapa teman gadis kecilku sudah mulai memasuki masa puber. Beberapa temannya bahkan memasuki masa baligh saat usia 10 tahun, dan sampai usia 12 tahun kakak belum menunjukkan tanda-tanda itu.
Sebenarnya, aku ikut harap cemas juga menanti saat putri sulungku memasuki batas pintu dari gadis kecil menjadi gadis remaja tanggung yang memasuki akil baligh. Mengingatkanku untuk ekstra menjaganya seperti menjaga gelas kristal antik, menarik dan mengulurnya seperti memainkan layang-layang agar dia tetap bisa menikmati dunia remajanya yang indah tapi tetap dalam rel yang benar. 

Hmm … aku harus bersiap mengawalnya. Bukan sebagai pengawal yang ikut kemanapun dia pergi, lebih tepatnya menjadi pengawal langkahnya, menjadi teman curhat yang asik, agar tak kecolongan cerita-ceritanya. Bukankah, remaja seusia dia sedang senang-senangnya berteman, asik berbagi dengan komunitas grupnya?

“Bu, dadaku kok masih rata, belum tumbuh, tapi beberapa hari ini dadaku terasa sakit deh.” Gadis tanggungku kembali menumpahkan unek-uneknya.

“Ohh … itu tanda dada kakak sudah mulai tumbuh.” jawabku menenangkan.

“Tapi kok keras dan sakit Bu?”

“Iya, sakit karena kelenjarnya sedang berkembang. Tenang aja, Ibu dulu juga begitu.” 
 
“Hehe … aku geli Bu, nanti harus pakai b** enak enggak sih?

“Awal-awalnya ya nggak nyaman, karena belum terbiasa. Nanti kalau sudah biasa ya nyaman-nyaman saja tuh.... “ 

Oalah … ternyata dia memikirkan itu juga, hatiku ikut geli mendengar pertanyaannya. Rupanya gadis kecilku sudah mulai beranjak remaja :)

TUMIS BUNGA PEPAYA

Pepaya adalah salah satu pohon yang hampir semua bagiannya bisa dimanfatkan.  Selain buah yang masih muda, dan daun-nya, yang sedap diolah, bunga-nya pun tak kalah lezat dimasak.

Bunga pepaya, ditumis dengan campuran teri medan, pedas,  woww...! sedap....



Bahan-bahan :

250 gram bunga pepaya (siangi)
1 genggam teri medan kering (goreng)

Bumbu:

6   Butir bawang merah (iris tipis)
3   Siung bawang putih  ( iris tipis)
10 Buah cabe rawit (sesuka selera, iris serong)
2   Buah lombok mereah besar ( iris serong)
5   Buah lombok hijau (iris serong)
1 ruas jari lengkuas (geprak)
Garam, dan  gula secukupnya

Cara membuat:

Remas-remas bunga pepaya dengan garam secukupnya. cuci bersih.  Rebus sebentar, buang airnya dan peras. Rebus kembali, ulangi dua hingga tiga kali.
Tumis bawang merah, bawang putih hingga harum.  Masukkan bumbu-bumbu lain tumis hingga layu. Setelah semua bumbu, masukkan bunga pepaya, sedikit air, garam dan gula.  Masak hingga bumbu meresap.
Terakhir masukkan teri goreng, aduk rata.
Tarraa .... tumis bunga pepaya siap dinikmati dengan sepiring nasi hangat. Hmm ... sedaappp !


Tips agar bunga pepaya tidak pahit:
Setelah diremas dengan garam dan cuci bersih, rebus bunga pepaya, dicampur dengan daun jambu biji (jambu klutuk) dua hingga 3 kali ganti air. Peras, insyaAlloh pahitnya berkurang banyak :)




Tuesday 16 August 2011

Nemu catatan di buku usangku 9dari bait2 doa Emha)

Ya Allah...

Jika aku bertemu atau berpisah dengan seseorang atau dengan segolongan umat-Mu,

Jika aku mengalami atau terhindar dari sesuatu, Jika aku mengerjakan atau menolak sesuatu,

Jika aku menjalankan kewajiban atau menepis larangan dalam keterlibatan hidupku di bidang apa saja.

Aku mohon dengan sangat, aku mohon dengan segala kelemahan dan kehinaan diriku,

Agar semua itu berlangsung tidak karena aku menginginkannya,

Atau karena aku tidak menginginkannya.

Melainkan semata-mata karena Engkau menghendaki atau tidak memperkenankannya

(dr bait2 doa Emha)

KEJUJURAN YANG TERKOYAK oleh Vanda Nur Arieyani pada 19 Juni 2011 jam 8:05

Bismillahirrahmanirrahiim .....



           Hal yang paling menentukan dari proses belajar formal di negeri ini adalah apa yang dinamakan ujian akhir.  Dulu semasa saya masih sekolah,  ujian akhir sekolah di beri nama EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional), sekarang istilah berubah menjadi UNAS (Ujian Nasional) dan entah tidak tahu berubah menjadi istilah apalagi.  Yang pada intinya adalah ujian akhir setelah melewati masa beberapa tahun sekolah untuk mendapatkan predikat lulus dengan ditandai selembar surat tanda tamat belajar, atau kerennya disebut ijazah.

             Dulu, ketika masa saya sekolah, untuk mendapatkan selembar ijazah itu kami harus  melewatnya melalui  ujian yang  masih menjunjung tinggi “kejujuran” diatas segalanya.  Rasanya malu sekali kalau ketahuan tidak jujur saat ujian.  Tapi “kejujuran” inilah yang sekarang menjadi barang teramat mahal dan sangat berharga, bahkan semakin langka di dunia pendidikan saat ini.  Apalagi kalau berhubungan dengan masalah UNAS yang menjadi titik ukur keberhasilan seorang murid dan terutama keberhasilan sebuah sekolah untuk mencapai kebanggaan dengan keberhasilan meluluskan muridnya 100%.

           Terhenyak, melihat seorang ibu dengan suara bergetar menahan tangis mengadu di sebuah stasiun TV tentang anaknya yang  menjadi korban praktek ketidakjujuran ini.  Sang anak sampai trauma, dadanya sesak, kepalanya pusing menahan gejolak perasaan yang menyerbu dada kecilnya yang masih bersih.  Dia bingung antara nilai-nilai moral yang selama ini ditiupkan oleh bunda dan lingkungannya, terkoyak begitu saja oleh 'ketidakjujuran UN' yang hanya berlangsung 3 hari.  Mungkin banyak anak yang cuek, tapi nilai-nilai moral itu otomatis sudah ternoda.  Dan sebenarnya masih banyak Ibu-ibu  lainnya yang merasakan hal yang sama, tapi mereka tidak tahu hendak berteriak dan mengadu pada siapa.


             Kisah-kisah di bawah ini berasal dari orang-orang dekat di sekitar saya, setahun yang lalu.  Yang membuat rongga dada saya ikut begetar dan perih mendengarnya.  Kisah-kisah yang sudah bukan rahasia umum lagi, tapi baru menjadi berita saat ada seorang Ibu yang berani dan nekat 'berteriak'

           Cerita pertama saya dapat dari seorang teman yang berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah dasar. Ketika UNAS menjelang maka seperti  biasa masing-masing sekolah akan melakukan pengawasan silang, dan para pengawas ini diberi pengarahan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini. Dan pengarahan yang diberikan sungguh membuat para guru dan orang-orang yang masih sehat nuraninya melongo kaget. Bagaimana tidak, demi untuk mencapai angka kelulusan 100% atau minimal tidak memalukan bagi pihak sekolah atau daerah yang bersangkutan, maka dihalalkanlah "KETIDAK JUJURAN". Dalam pertemuan itu, dibuatlah sebuah kesepakatan bersama.,  yang isinya adalah, bahwa pengawas harus membiarkan peserta ujian untuk saling contek, bila perlu membantu para peserta ujian untuk mengerjakan soal-soal ujian mereka dengan cara-cara yang di sepakati bersama juga.

        Tidak hanya sampai disini, para anak didik peserta ujianpun oleh masing-masing sekolah diberi pengarahan untuk menghalalkan segala cara agar lulus. Diajarkanlah trik-trik mencontek, ataupun kerjasama antar siswa untuk saling memberi jawaban.  Bila memang diperlukan sekolah akan mencari kunci jawaban, untuk dibagikan pada siswa mereka sebelum UNAS berlangsung.   Nah… bikin perih dan pedih kan mendengarnya.

          Akan menjadi apa bangsa ini jika anak-anak usia pendidikan dasar sudah diracuni kebobrokan moral semacam ini.  Rasanya hancur sudah kebiasaan untuk jujur, percaya pada diri sendiri yang ditanamkan di rumah, ditempat mengaji, dan di kelas-kelas selama ini.  Ajaran yang ditanamkan sejak dini , bahwa Allah Maha Tahu, Allah tidak pernah tidur, Allah melihat apapun yang kita lakukan tergadai sudah.

          Dan pengalaman teman saya ini semakin nyata ketika hari "H" ujian berlangsung. Semua peserta ujian di sekolah yang dijaganya, ramai bagai pasar , mereka dengan santai mencontek dari lembaran kertas yang mereka sudah persiapkan, saling bertanya antar teman dan sebagainya. Hati nurani teman saya sebagai seorang pendidik yang selama ini begitu teguh memegang dan mengajarkan kejujuran terkoyak,
 " Tak ada gunanya saya mengawasi ini semua." gumam teman saya waktu itu.

        Ya…buat apa dia berada disana sebagai pengawas, jika fungsi sebagai pengawas sama sekali tidak ada.  Pengawas ujian yang seharusnya disegani, sama sekali tidak dianggap, bahkan seolah-olah tidak ada.  Pengawas ujian yang seharusnya bertugas mengawasi anak-anak peserta ujian untuk berlaku jujur, justru dianjurkan untuk membantu anak-anak menikam kejujuran.

"Alhamdulillah…” Kata teman saya dengan perasaan lega luar biasa.  Perasaan lega itu terpancar karena  sekolah tempat dimana dia mengabdi, tidak ikut dalam "kesepakatan" itu.

“Kami tetep memegang teguh apa yang kami yakini benar.  Dan Alhamdulillah, anak-anak didik kami lulus 100% dengan sangat bangga, dengan hasil yang memuaskan meskipun tidak menjadi yang terbaik.  Dan itu lebih membanggakan , karena itulah hasil kerja keras mereka.”  Kata teman saya sambil tersenyum.

          Ada cerita juga dari seorang teman tentang anaknya yang "STRESS" saat menghadapi Unas. Bukan karena tidak siap dengan materi pelajarannya, tapi karena batinnya bergolak. Betapa selama ini dia diajari untuk jujur, percaya pada diri sendiri, tapi pada akhirnya dia harus menerima kenyataan "Ketidak Jujuran berjama'ah" yang dimaklumi dan disarankan seperti yang diceritakan teman saya diatas itu.   Rasanya proses pendidikan selama-bertahun-tahun itu hancur sudah oleh beberapa hari pelaksanaan ujian nasional.

           Seorang tetangga juga bercerita, pagi hari saat subuh baru saja menjelang, ketika anaknya sedang mempersiapkan segala perlengkapan  untuk ujian hari itu, telah masuk SMS yang berisi jawaban-jawaban UNAS ke ponsel anaknya.  Sungguh sangat miris mendengarnya,  padahal anak tetangga saya itu baru akan menempuh ujian kelulusan tingkat sekolah dasar.  Ternyata praktek perjokian sudah merambah di pendidikan pada tingkat dasar, yang seharusnya menjadi pijakan untuk menanamkan moral pada anak-anak kita.  Padahal tanpa bocoran jawaban itupun , saya yakin si anak bisa mengerjakan soal-soal ujiannya, jika dia belajar dengan sungguh-sungguh.  Orang tua yang seharusnya menjadi benteng moral bagi anak-anaknya,  ternyata ikut andil juga dalam masalah ini.  Sungguh ironis sekali.

            Teman satu kantorpun tak kalah kaget, bagaimana tidak, saat sedang repot dan sibuk dengan pekerjaan di kantor, adiknya yang saat itu sedang menjalani UNAS untuk kelulusan di tingkat sekolah menengah pertama, masih bisa bertanya lewat SMS tentang jawaban soal ujiannya (hehehe… ujian sekarang jadi seperti ikut kuis di televise saja rupanya)


             Gebyar berlangsungnya UNAS (ujian nasional) mulai tingkat dasar hingga tingkat lanjutan atas yang setiap tahun menjadi perhelatan besar dan penuh debar akan selalu terjadi berulang , dan  banyak cerita-cerita seputar ujian itu yang membuat dada ini bergetar, miris, bahkan perih ,  (meskipun ini rasanya sudah bukan rahasia umum lagi).


             Semoga masih banyak para pendidik di negeri ini yang masih punya hati nurani, mendidik dengan hati.  Karena sesungguhnya nilai-nilai pendidikan bukan hanya hasil di atas kertas, tapi goresan kebajikan, kejujuran, dan budi pekerti yang luhur  yang terus menerus dituliskan dihati anak-anak, dan diwujudkan dalam keteladanan...............


Wallahu'alam bishawab....

Rumah Hijau  19062011

RASA YANG TERTINGGAL ( hihi bingung kasih judul akhirnya nyomot judul lagu :D) oleh Vanda Nur Arieyani pada 29 Juni 2011 jam 15:23

coret-coret lagi ahhhhh  .......  harap maklum kalo tulisannya  GeJe   banget
maaf buat yg sudah kena sasaran tag , dihapus saja kalau nyumpekin * _*
-------------------------------------------------------------------------------------------

Saat masih gadis ( ehh … pernah muda juga lho  si Emak :D) bagiku paling tabu kalau harus merepotkan makhluk Tuhan bernama laki-laki.   Ngapain  juga wong semua-muanya juga bisa aku kerjakan sendiri .  Naik bis gelantungan biasa, pergi sendiri naik bemo keciilllll ….  Pulang  dari kegiatan agak kemalaman (di atas jam 9 malam) oke-oke aja.  Bawa belanja , angkat-angkat sendiri juga enteng aja.


Daann  … semuanya  berubah total sejak menikah.


“Yah … antarkan Ibu ya.”  * dengan nada sok ngerayu*
“Yah … tolong angkatkan dong, berat nih.”  *dengan gaya sok lemes *_*
“Yah … ada tikus di dapur, hiiii  ”  *sambil teriak loncat-loncat*
“Yah …”
“Yah …”

Ya, itulah cuplikan  sebagian kalimat-kalimat cintaku untuk laki-laki yang sudah menjadi ayah anak-anak-ku.  Hmm … dan sudah beberapa hari ini kalimat itu tidak terlontar dari mulutku.  Bukan karena aku lagi kena sariawan atau sakit gigi.  Tapi karena orang yang menjadi sasaran kata-kata mesraku itu sedang tidak berada di rumah.  Ohh .. rasanya mulut ini kaku semua hehehe.


Sebenarnya bukan masalah ditinggal, takut sendirian di rumah?? No way.  Tapi masalah ketergantungan yang sudah merasuk dan hinggap di semua sel-sel organ tubuhku.  Ketergantungan pada suami yang selalu ku repoti dengan permintaan tolong ini itu.   Ketergantungan meminta pendapat untuk semua hal dari yang sangat amat penting sampai hal-hal remeh temeh sekalipun.


Padahal tidak selamanya lhoh kita berdua selalu akur. Sering juga kita berbeda pendapat, bahkan saling diam.  Hehe wajar toh namanya saja dua kepala dengan isi yang berbeda .  Meski  sudah lebih 10 tahun dan kurang dari 15 tahun  (kira-kira sendiri ya, pasnya berapa tahun hehe )  hidup satu atap, bahkan satu kamar  tetap saja seringkali hal-hal sepele bisa menjadi penyebab kesalah pahaman.

Dan saat seperti sekarang ini, saat aku tidak bertemu untuk beberapa hari ( Ga pernah sampai berbulan-bulan sich  *_*)  aku bisa belajar banyak hal.


Aku semakin bisa merasakan kebaikan-kebaikannya, karena aku kehilangan itu.  Jika setiap hari kita bertemu pastilah kebaikan-kebaikan itu tidak terasa, karena kita sudah terbiasa merasakannya dan menjadi sebuah hal yang sangat biasa.


Jadi benarlah, bahwa kita akan merasakan seseorang begitu berharga dalam hidup kita ketika kita kehilangan orang tersebut.  Jadi pelajaran berharga yang aku dapat adalah, jangan pernah sia-siakan  kehadiran orang-orang di dekat kita.


Jangan salah juga lhoh … saat  kita  berjauhan,  disamping kebaikan,  aku juga akan merasakan kehilangan sifat-sifat  konyol atau yang paling menyebalkan sekalipun .  Bahkan sifat yang nyebelin itulah  yang paling dikangenin :D


Dan tips berikutnya adalah, jika ingin mencicipi rasa yang berbeda atau mencharge sebuah rasa dengan cita rasa berbeda,  selain menyempatkan untuk menikmati waktu berdua, bisa dicoba untuk beberapa hari   tidak saling bertemu.  Coba aja hehehe   *Tentunya ini tidak berlaku untuk pasangan yang memang sudah Long Distance Love donk*


Rumah Hijau   27 Rajab 1432 H /
*kembali mengenang , saat statusku berubah*     ^_^
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...